Dilema Sedekah Kepada Pengemis

Padahal, sekali lagi, semua itu cuma sandiwara. Kaki dan tanganya aslinya tidak buntung sama sekali, tapi “disulap” dengan tipuan sedemikian rupa, seakan-akan memang benar buntung. Misal dilipat dengan celana berkapis-lapis sedemikian rupa, sehingga kelihatan satu kaki hilang. Tentu mereka tak ketinggalan belajar “akting.” Para pengemis ini “berakting” ngesot layaknya disablitas. Mereka juga belajar memakai tongkat untuk berjalan. Dan aktingnya memang menyakinkan, sehingga hati masyarakat banyak yang tersentuh dan memberika uang.

Tidak boleh dilupakan, niat memberikan bantuan juga sering kali membahayakan diri kita sendiri. Pernah suatu ketika, sepulang dari pertemuan acara keluarga di rumah seorang kakak, hamba pulang malam bersama isteri naik mobil. Waktu itu sekitar jam 23.30. Kebetulan yang menyetir mobil isteri hamba. Sedangkan hamba sendiri duduk di kursi sebelah. Senderan kursinya hamba kebelangkangkan, sehingga dapat dipakai rebahan. Dari luar, seakan-akan dalam mobil cuma ada isteri hamba saja.

Sesampai di lampu merah CSW, dari arah Jakan Wolter Mongunsidi-Trunojoyo, menju ke arah RSP, pas di lampu merah dan mobil berhenti, ada seorang pengemis ngesot karena kakinya “buntung.” Dia mendekati mobil kami. Begitu sampai di samping mobil kami, dia berdiri. Isteri dan hamba yang dari tadi memperhatikan ya terkejut bukan alang kepalang. Nampaknya si pengemis gadungan itu siap-siap bakal melakukan kejahatan kepada isteri hamba. Dia pikir, perempuan malem-malem, menyetir sendiri, menjadi makanan empuk.

Begitu hamba menegakkan sandaran kursi, dan terlihat olehnya, balik dia yang sangat terkejut bukan alang kepalang. Dia tidak menduga di dalam mobil juga ada lelaki. Tanpa banyak cingcong dia mabur. Dia lupa kakinya tadinya “buntung.” Penipuan tak hanya dengan cara mengemis. Sering pula nemakai institusi sosial seperti yayasan untuk anak yatim atau buat pembangunan mesjid. Banyak “kotak amal” dari berbagai yayasan, ternyata hasilnya bukan dipakai untuk tujuan membantu kaum dhuafa atau membangun mesjid dan lain-lain, melainkan diambil untuk kepentingan pribadi. Yayasan-yayasan yang disebut sering cuma kedok, bahkan yayasannya tak ada.

Komentar