Dilema Sedekah Kepada Pengemis

Terakhir orang memanfaatkan ketaat beragama dengan mengikuti perkembangan teknologi. Kiwari kita kalau mau mendonasikan uang kita cukup lewat proses QR dari HP. Praktis. Eh, belakangan, QR pun dipalsukan. Di mesjid-mesjid (antara kain mesjid Istiqal dan mesjid di Blok M), terminal, bandara dan tempat-tempat umum lain sudah terbukti terpasang QR palsu, QR yang duitnya masuk ke dompet digital pribadi para penipunya. Ajaran agama untuk memberikan bantuan kepada anak yatim dan fakir miskin, kini menjadi tak sederhana lagi.

Niat baik dalam diri kita, belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik sesuai keinginan kita, bahkan sebaliknya malah dapat membantu kaum komplotan yang memanipulasi para pengemis palsu. Sebagian dari kita mungkin ada yang berpendapat, ”Ah, yang penting niat kita baik, selebihnya kalau mereka jahat, itu tanggung jawab mereka masing-masing. dengan Tuhan.”

Sikap ini secara tidak langsung telah membantu kebohongan, dan tentu yang membantu kebohongan tidak dapat dikatakan lagi berniat baik serta harus mempertanggungjawkan perbuatannya. Selain itu bukankah antara kebaikan dan kebodohan sebenarnya berbeda jauh, baik niat maupun dampaknya.

Barangkali kita perlu memikirkan kalau ingin menolong atau berardekah kepada para pengemis, di tempat-tempat umum, lebih banyak manfaatnya atau mudaratnya? Kalau memberi bantuan sembarangan kepada para pengemis di jalan, jelas lebih banyak mudaratnya. Pertama, tujuan membantu kaum miskin tidak tercapai. Kedua, kita membantu kelompok mafia pengemis. Ketiga, dapat membahayakan diri kita sendiri.

Disinilah ada baiknya kita memberikan bantuan, sedokah, amal jariah, apapun namanya, kepada lembaga-lembaga resmi yang sudah jelas kridibilitas dan keberadaanya. Jika tidak langsung saja berikan kepada yang kita tahu benar-benar memang membutuhkan.

Menghadapi hal seperti ini kotib sholat subuh mengingatkan,”Kalau pun kita tidak mau memberikan bantuan, kita sebaiknya diam saja. Tak usah mengumpat mereka.” Kita tidak boleh menyuburkan kemalasan dengan memberikan bantuan yang salah arah. Selain itu, bukankah dalam islam tangan di atas lebih baik ketimbang tangan di bawah?

Bersambung…

WINA ARMADA SUKARDI, -wartawan dan advokat senior serta Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhammadiyah. Tulisan ini merupakan repotase/opini pribadi._

Komentar