Kedaulatan Pangan Untuk Kesejahteraan Rakyat Indonesia

Oleh : Satrio F. Damardjati

Kedaulatan pangan (food sovereignity) adalah sebuah penekanan terhadap kemandirian pangan setiap negara khususnya negara maritim yang berbasis pada agraris dan kearifan lokal nusantara. Tahapan menuju kedaulatan pangan adalah kemandirian pangan di mana kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negerinya yang menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkatan perorangan dengan memanfaatkan sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat.

Tahap selanjutnya Kedaulatan Pangan sebagai hak setiap individu, masyarakat dan negara untuk mengakses dan Mengontrol aneka sumber daya produktif serta Menentukan dan Mengendalikan sistem pangan sendiri sesuai dengan ekologi, sosial, ekonomi dan budaya masing-masing berdasarkan kearifan lokal masing-masing.

Mengutip pidato sambutan Presiden Joko Widodo di acara pembukaan Rakernas IV PDI Perjuangan di JIExpo, Kemayoran, Jakarta (Jumat, 29/09/2023), “Tadi saya bisik-bisik ke beliau. Pak, nanti habis dilantik besoknya langsung masuk kedaulatan pangan, tidak usah lama-lama. Saya yakin Pak Ganjar mampu menyelesaikan ini (tantangan krisis pangan Indonesia). Begitu dilantik, besok langsung masuk ke kerja kedaulatan pangan sehingga swasembada pangan, ketahanan pangan kedaulatan pangan itu betul-betul kita miliki. Ngeri sekali kalau melihat cerita semua negara sekarang mengerem semuanya, tidak ekspor pangannya. Jadi pertarungan di sektor pangan bakal seru ke depannya.”

Dalam pembangunan pangan nasional pada hakikatnya merupakan rangkaian upaya fasilitasi untuk mendorong berkembangnya usaha-usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan sehingga Petani sebagai Kelas Menengah Produktif memiliki Nilai Tambah Petani (NTP) dan daya saing, yang pada tahap selanjutnya meningkatkan kesejahteraan Petani.

Untuk menaikkan Nilai Tambah Petani (NTP) dan daya saing maka dibutuhkan pembangunan hilirisasi pangan nasional melalui sebuah Gerakan Industrialisasi Pangan Nasional Berbasis Kerakyatan, dimana Petani sebagai Kelompok Menengah Produktif mampu secara mandiri, berdikari dan berbasis pada kearifan lokal masing-masing wilayahnya untuk membangun dan berproses produksi pangan secara berkelompok.

Dengan demikian, lingkup pembangunan pangan nasional sangat luas, karena tidak hanya menyangkut produksi komoditas pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan melainkan juga untuk mewujudkan kedaulatan pangan, pengembangan agrobisnis kerakyatan di perdesaan berbasis kearifan lokal, terkait dengan bidang-bidang lain, seperti sistem jaminan mutu produksi pangan dan yang lebih penting adalah peningkatan kesejahteraan dan Nilai Tambah Petani.

Jika pada potensi sumber daya yang dimiliki, Indonesia sebenarnya menjadi salah satu negara penghasil utama aneka komoditas pangan, sebab sebagian besar wilayahnya memiliki keunggulan komparatif di sektor pertanian, perkebunan, kelautan maupun perikanan.

Akan tetapi, tantangan yang berat bagi produktivitas pangan di Indonesia adalah harus menghadapi persaingan dengan pangan dari negara maju yang jauh lebih murah. Untuk menghadapi persaingan perang pangan internasional (International food war) ini, maka salah satu strategi hilirisasi pangan dengan Gerakan Industrialisasi Pangan Nasional Berbasis Kerakyatan sebagai fundamental pengembangan basis produksi Petani secara terpadu yang mendukung agrobisnis dan agroindustri, di samping tetap meningkatkan diversifikasi produktivitas pangan perlu juga usaha-usaha perbaikan dan peningkatan kualitas hasil panen, kualitas produk hasil pengolahannya dan mata rantai distribusi maupun manajemen pemasaran hasil produksi pangan.

Dalam pusaran sistem ekonomi dan liberalisasi pasar saat ini pun, subsidi dari pemerintah khususnya Kementerian Pertanian seperti subsidi pupuk, benih, dan alat mesin pertanian yang anggarannya berkisar Rp 40 triliun hingga Rp 45 triliun per tahun dalam tiga tahun terakhir belum terbukti efektif untuk mendongkrak kesejahteraan perani karena ada persepsi bahwa subsidi dan bantuan tersebut justru menyejahterakan perusahaan-perusahaan benih, pupuk bahkan alat mesin pertanian sedangkan Petani sebagai Kelas Menengah Produktif justru kembali mengalami kendala dalam menentukan nilai hasil produksinya dan mengakses pasar. Dengan sendirinya, Petani berusaha bangkit secara mandiri, berdikari dan berbasis pada kearifan lokal masing-masing wilayahnya dengan membangun basis-basis produksi Petani baik secara hulu bahkan sampai hilir.

Karena sistem Kedaulatan Pangan Nasional belum mencapai yang dicita-citakan, maka perlu sebuah perubahan sikap dan atau pola pikir para Petani, untuk mengintroduksi teknologi tepat guna dalam penanganan pascapanen dan menyelenggarakan sistem jaminan mutu hasil produksi Petani pada basis-basis produksi Petani baik dari hulu maupun sampai hilir.

Gerakan Industrialisasi Pangan Nasional Berbasis Kerakyatan sebuah cita-cita untuk mewujudkan kedaulatan pangan berbasis kearifan lokal dan agrobisnis kerakyatan dalam Negara Gotong Royong maka sudah saatnya memulai sebuah reorientasi paradigma Petani dan Negara Gotong Royong sebagai berikut :

1.) Individu Petani ke Kelompok Petani ; ini merupakan salah satu kendala yang di hadapi Petani di Indonesia dalam mengembangkan usaha produksi pangan adalah keterbatasan lahan, peralatan, modal dan akses terhadap pasar. Kelompok Petani ini merupakan Kelompok Menengah Produktif Petani.

2.) Petani Produsen Menjadi Petani Pemasok ; restrukturisasi paradigma Petani selanjutnya adalah menyangkut peranan Petani di mana selama ini Petani hanya memposisikan diri sebagai produsen semata, menjual apa yang diproduksi, maka orientasi ke depan harus memproduksi apa yang bisa dijual di mana dalam konteks ini Petani naik kelas jadi pemasok. Karena jika terlibat lebih jauh sebagai pemasok langsung ke konsumen atau pasar, maka Petani akan memperoleh Nilai Tambah Petani yang lebih besar.

3.) Sistem Budi Daya Petani ke Sistem Produksi Pangan Petani ; paradigma yang selama ini terjadi bahwa Petani hanya berputar pada sistem budi daya saja, akan tetapi dalam gerakan ini sudah saatnya petani tidak hanya berputar pada sistem budi daya saja melainkan sudah membangun pada sistem produksi pangan berbasis pada kelompok dan atau komunitas Petani untuk menjaga keberlanjutan bahan baku produksi.

4.) Dari Pola Petani-Tengkulak Ke Pola Petani Akses Pasar.

Bagaimana mewujudkan Kedaulatan Pangan Untuk Kesejahteraan Rakyat Indonesia dalam Negara Gotong Royong maka harus berani melakukan perubahan yang mendasar dalam berbagai sektor penyelenggaraan Negara, yaitu:

1.) Sektor Pertanian dan Kelautan ; penyelenggaraan produksi pangan berbasis agraris dan maritim harus mengandalkan sumberdaya manusia yang terus diperbaiki mutunya agar bahan pangan yang dihasilkan mempunyai nutrisi yang terus meningkat untuk membentuk generasi penerus bangsa yang bernalar lebih baik. Kebijakan-kebijakan sektor pertanian dan kelautan itu harus berorientasi pada produksi pangan berkelanjutan, menjamin keberlangsungan ekologi, dan membentuk tata perekonomian yang berkeadilan dan tidak bersifat eksploitatif antara para pelaku satu dengan lainnya.

Komentar