Mengapa Airin Bisa Kalah

Seperti sudah pernah saya paparkan di dua tulisan panjang yang dirilis sebelum Pilkada berlangsung, (Uten Sutendy: Airin, Dinasti Politik dan Banten, Jakartasatuonine, 24-7-2024 dan Uten Sutendy : Airin vs Koalisi Indonesia Maju, asatuonline, 29 -9-2024), sebetulnya sudah ada trend kemunduran elektabilitas Airin dari bulan September -Oktober 2024. Sebaliknya populeritas dan elektabilitas Andrasoni terus merangkak naik di waktu yang sama. Saat itu saya telah melihat potensi kekalahan Airin jauh sebelum hasil quick count dirilis.

Setidaknya ada tiga aspek yang membuat Airin kalah: aspek politik, aspek strategi komunikasi dan aspek moral.

Secara dukungan partai politik Airin kalah jauh oleh Andrasoni. Airin didukung oleh dua partai besar, PDIP dan Golkar. Itupun kerjasama kedua partai tak maksimal. Partai Golkar terkesan ragu dan tak sungguh-sungguh mendukung Airin karena sebelumnya partai beringin ini tidak berencana mencalonkan Airin. Posisi politik Golkar dilematis. Di satu sisi Golkar tergabung dalam KIM yang mempunyai misi mempersempit ruang gerak PDIP sebagai oposisi. Tetapi di sisi lain Airin adalah kader terbaik Golkar.

Akhirnya, praktis yang banyak bekerja berjuang untuk Airin di lapangan selain para relawan dan loyalis ya para kader PDIP. Bagi partai berlambang banteng memang tak ada cara dan pilihan lain selain harus total berjuang memenangkan pasangan Airin- Ade Sumardi. Keberadaan faktor keduanya lah yang membuat PDIP bisa ikut bertarung di Pilgub Banten. Pasangan tersebut juga jadi harapan dan andalan untuk bisa memenangkan pertarungan setelah kader PDIP di daerah lain juga terkepung dan tertekan oleh kekuatan politik KIM.

Sementara itu, Andrasoni-Dimyati didukung oleh 10 partai besar (Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, PKS, PPP, Hanura,Demokrat, PSI. Garuda, dan Prima) yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Faktor politik lain yang membuat Airin kalah ialah salah membaca situasi dan masuk perangkap jebakan hasil survey di angks 77 persen yang terus menerus dirilis oleh tim Airin sendiri alih-alih untuk meyakinkan publik.Padahal itu hasil survey bulan Juli. Pihak KIM membiarkan semua itu berlangsung tanpa memberi respon bantahan atau sanggahan dengan survey tandingan. Berdasarkan info dari orang dalam Gerindra, sebetulnya sudah ada update hasil survey terbaru tapi sengaja tidak dipublis oleh tim Andrasoni. Tujuannya, agar tim Airin terus ber-eforia seolah-olah Airin sudah pasti menang. Secara psikologi hal tersebut berefek kepada melemahnya kerja dan kinerja mesin politik Airin bahkan di detik detik akhir.

Sebaliknya, tim Andrasoni semakin gencar dan giat bekerja serta masif menguasai ruang-ruang publik dan media.

Faktor lain yang membuat Airin kalah ialah strategi komunikasi .

Airin kurang didukung oleh tim komunikasi yang mumpuni. Isu-isu yang dimainkan cenderung mengambang, melebar, dan bias. Gak jelas apa yang mau diperjuangkan setelah terpilih. Gak ada fokus. Terkesan hanya mengandalkan jualan figur Airin sebagai perempuan cantik yang berprestasi.

Berbeda dengan Andrasoni, memiliki strategi komunikasi yang jitu, fokus dan tepat sasaran. Minimal ada dua fokus isu yang terus menerus digelindingkan ke ruang publik: isu “Sekolah Gratis” dan isu “Tidak Korupsi”. Dua isu ini pas, langsung menohok ke inti masalah yang sedang dihadapi oleh sebagian besar warga Banten. Mayoritas warga Banten hidup terlilit kemiskinan karena kualitas sumber daya manusia lemah akibat pendidikan rendah. Banyak anak-anak muda putus sekolah atau tidak bisa sekolah sama sekali. Mereka tak mempunyai biaya untuk sekolah. Maka pilihan isu “Sekolah Gratis” itu tepat sekali.

Anti Korupsi. Ini juga tagline yang tepat dan laku sekali dijual. Isu “Tidak Korupsi” berkaitan dan berkorelasi dengan semangat dan agenda program Presiden Prabowo yang menghendaki tindakan korupsi di tanah air bisa diberantas sampai ke akar-akarnya. Nah, dinasti Banten yang berada di belakang Airin tak bisa dipungkiri banyak disebut menjadi akar tindakan perbuatan korupsi di Banten sebagaimana tercatat dalam sejarah politik nasional mutakhir. Ratu Atut dan TB Chairi Wardhana (suami Airin), dan beberapa anggota keluarga pernah masuk jeruji karena kasus korupsi. Jejak digital tentang kasus korupsi dinasti tersebar di media sosial. Maka, tagline “Tidak Korupsi” menemukan korelasi yang begitu kuat untuk Banten. Belakangan, catatan korupsi dinasti menjadi isu paling hot di media sosial dan inilah yang kemudian dijadikan peluru tajam dan panas yang ditembakan tepat ke jantung pertahanan Airin.

Komentar