“Millenial Maluku Membaca A.M.Sangadji”

JurnalPatroliNews Jakarta -Pada tahun 1921 di Surabaya A.M.Sangadji, dikunjungi Ayahandanya Raja Abdul Wahab Sangadji yang menumpang perahu bot atau dengan istilah lokalnya pajiwakan milik orang waiselan di Kairatu yang dikontrak saudara negeri tetangga desa Kailolo guna menjual hasil bumi berupa pala dan cengkeh ke Surabaya.

dalam rangka membujuknya untuk pulang kampung menggantikannya sebagai reghent (Raja) di negeri Rohomoni saat itu Abdoullah Sangadji (abang A.M.Sangadji) sedang bertugas di tenggarong kutai kertanegara sebagai asisten Bupati namun A.M.Sangadji menolak dan berkata kepada ayahandanya “Lebih baik berjuang untuk Indonesia Merdeka daripada menjadi Raja”

Akhirnya A.M.Sangadji pun menyurati abangnya Abdoullah Sangadji yang telah mempersunting gadis samarinda (putri kerabat kesultanan kutai kertanegara) bernama Hapsa binti Abdul Jalil seorang janda yang sebelumnya sudah menikah dan memiliki dua anak dari pernikahan sebelumnya (Jumantan dan Saodah), di tenggarong samarinda kalimantan timur inilah lahir kakek saya Muhammad Sangadji (Raja negeri Rohomoni ke -9) sedangkan adiknya Ali Badrun Sangadji (Raja negeri Rohomoni ke – 8) lahir di puruk cahu kalimantan tengah.

Dua orang anak lainnya yakni Abdul Muluk Sangadji, dan Maryam Sangadji lahir di negeri Rohomoni.

Setelah membaca isi surat dari A.M.Sangadji maka langsung dibalasnya surat itu dengan persetujuan menerima perintah ayahandanya untuk menjadi Raja di negeri Rohomoni akhirnya Abdoullah Sangadji pulang kampung halaman dan dilantik oleh residen van saparua 06 juni 1922 sebagai raja negeri Rohomoni, nanti di tahun 1930 an Abdoullah Sangadji terpilih menjadi anggota “Ambon Raad” (Anggota DPRD Provinsi Maluku) mewakili rakyat afdeling Saparua, dan di tahun 1934 beliau melakukan kunjungan kerja di salah satu negeri di pulau haruku menjalankan tugas sebagai caretaker raja disana, lantas beliau pun tewas atas hasutan politik devide it impera pemerintah kolonial belanda.

Bersamaan pada tahun 1930 diatas A.M.Sangadji di Jawa terpilih melalui hasil keputusan Kongres SI sebagai Presiden Partai/Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam menggantikan sahabat karib saudara separtainya Hadji Oemar Said Tjokroaminoto.

Sekilas tentang songkok/peci ciri khas A.M.Sangadji

Songkok/peci yang selalu dikenakan A.M.Sangadji selain sebagai sebagai penutup kepala tetapi juga merupakan identitas (simbol perlawanan) terhadap penjajah.

Just info good people, songkok/peci itu adalah jahitan beliau sendiri terbuat dari kain tebal yang keras di dalamnya dilapisi dwi warna Merah dan Putih. Yang ingin saya tegaskan disini bahwa Integritas serta komitmen A.M.Sangadji menolak keistimewaan sebagai putera mahkota dan melepaskan segala kenyamanan pada rezim kolonial sejatinya ialah bentuk cinta terdalamnya pada tanah air menunjukan kelasnya sebagai pemuda penggerak perubahan bangsa.

Komentar