Oleh: Dr. Benny Susetyo Pakar Komunikasi Politik
JurnalPatroliNews – Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia telah membuat langkah penting dalam menjaga esensi demokrasi dengan menurunkan ambang batas pencalonan gubernur DKI Jakarta dari 20 persen menjadi 7,5 persen melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Langkah ini dipandang sebagai upaya nyata untuk meredam dominasi politik kartel dan membuka peluang lebih luas bagi partai-partai kecil serta calon independen.
Dalam beberapa tahun terakhir, politik Indonesia, khususnya di DKI Jakarta, telah menunjukkan adanya dominasi partai-partai besar yang kerap berkoalisi untuk memborong tiket pencalonan. Situasi ini menghambat munculnya calon-calon potensial yang mungkin memiliki visi dan misi berbeda.
Dengan threshold yang lebih rendah, kini lebih banyak partai politik dapat mencalonkan gubernur tanpa harus berkoalisi, memberikan rakyat pilihan yang lebih beragam dalam Pilkada.
Keputusan MK ini menjadi harapan baru bagi calon-calon potensial yang sebelumnya terhalang oleh tingginya ambang batas, seperti Anies Baswedan yang sempat kesulitan mendapatkan dukungan politik.
Dengan penurunan threshold, partai-partai kecil pun mendapatkan kesempatan untuk lebih aktif berperan dalam politik, tanpa harus bergantung pada partai besar.
Meski demikian, langkah ini juga menuntut implementasi yang transparan dan adil. Proses pencalonan harus diawasi dengan ketat untuk memastikan bahwa penurunan threshold benar-benar memberikan dampak positif bagi demokrasi. Dengan komitmen bersama dari semua pihak, keputusan ini diharapkan dapat menjaga dinamika politik yang inklusif dan mencegah terjadinya dominasi oleh kartel politik.
Penurunan threshold Pilkada DKI Jakarta oleh MK bukan hanya langkah simbolis, melainkan juga upaya konkrit untuk mengembalikan kedaulatan rakyat dalam demokrasi Indonesia.
Tantangan ke depan adalah memastikan bahwa keputusan ini diterapkan dengan adil, sehingga demokrasi yang inklusif dan representatif dapat terwujud.
Komentar