Nyanyian Angsa Dalam Nafas Satir Bulan Maret

Oleh: Idahar (penikmat dan pelaku seni Sulut)

Bukan satir namanya bila tidak mengumbar kebodohan dan kebijaksanaan sekaligus dalam drama komedi Anton Pavlovich Chekov (1860-1904).

Penulis produktif Rusia yang sejatinya berprofesi sebagai dokter itu memang terkenal senang memainkan konflik batin tokoh yang ditulisnya.

Aroma satir Chekov ini juga tidak menjauh dari karya Nyanyian Angsa.

Misalnya tokoh Vasili Svietlovidof yang sudah 45 tahun melakoni berbagai pentas namun baru pertama kalinya melihat gedung pertunjukan di malam hari saat lampu-lampu telah dipadamkan.

Tokoh Vasili merupakan seorang aktor yang tertidur karena mabuk di ruang ganti usai pementasan.

Semua penonton telah pulang sehingga yang tersisa tinggallah kesunyian gedung pertunjukan yang kejam.

Ironi ini menggungat kesadaran manusia modern yang larut dalam kesibukan berbagai profesi namun jarang punya waktu untuk mempelajari secara mendalam seluk-beluk dunia yang digeluti.

Vasili bahkan jadi takut ketika harus berhadapan dengan sisi gelap dunia panggung yang lama ditekuninya.

Begitulah warna satir drama Chekov yang penuh gejolak psikis dalam alur cerita Nyanyian Angsa.

Refleksi dari realitas manusia inilah yang turut dimainkan dalam pertunjukan teater dua babak hasil kolaborasi NCCL bersama Wale Teater di Pojok Indie, Manado, Selasa (30/3/2021) malam lalu.

Hipnotis akting Ercik Dajoh, aktor kawakan Indonesia, pada sekitar 9 menit pertama, memberikan refleksi mendalam tentang tokoh Vasili yang direinterpretasi penerjemah ke dalam tokoh Leonardo.

Terlepas dari berbagai kekurangan teknis dan nonteknis pertunjukan teater-yang paling kentara adalah percobaan adaptasi ke arah kesesuaian personae miserabiles dalam jagad seni di Sulawesi Utara – Nyanyian Angsa yang disutradarai Ephipany Pangkey merupakan produksi seni pertunjukan di jalur sekuler yang penting disambut kita bersama, mengingat energi yang disiapkan cukup besar untuk dipentaskan di lima lokasi yang berbeda, yaitu Airmadidi, Manado, Bitung, Langowan dan Tahuna.

Di antara penonton yang sempat memberikan respons antusiasnya ketika pertunjukan usai digelar di Pojok Indie adalah Olden Kansil, Staf Khusus Gubernur Sulut Bidang Kepemudaan.

Malah ia jadi penasaran dengan pertunjukan yang berikutnya dihelat di Langowan nanti.

“Aku senang melihat orang-orang seni berkumpul. Semangatnya sangat tulus dan tanpa batas. Untuk generasi muda ini sangat berkaitan dengan pembinaan mental dan perlu ditopang,” ujar Olden Kansil.

Kesadaran menggelar pertunjukan Nyanyian Angsa itu ataupun yang serupa tentu diharapkan bisa memberi – meminjam ungkapan Horatius, pujangga besar Yunani – dulce et utile atau nikmat dan manfaat; menghibur dan mendidik; hiburan dan hikmah.

Menghidupkan kultur teater di Sulut merupakan kebutuhan alternatif yang dapat memfilter budaya instan yang terus menggila dan tak terkontrol dalam frame modernitas.

Tabea!

Komentar