Pesan untuk Para Calon Menteri dan Pimpinan Lembaga Keamanan Nasional

Program aksi reformasi TNI dan Polri perlu segera dilanjutkan dengan penataan ulang kemampuan, sejalan dengan kemajuan pemerintahan dalam menyediakan fasilitas layanan publik. Khusus untuk program penataan gelar TNI, prioritas utama adalah redislokasi pasukan yang selama ini terpusat di Pulau Jawa, untuk menyebar secara merata ke seluruh wilayah, terutama di pusat-pusat kesenjataan dan pendidikan TNI. Redislokasi ini dapat dilakukan tanpa membebani APBN melalui model tukar guling dengan jaminan pemerintah. Langkah ini diharapkan akan menumbuhkan sentra ekonomi baru dan menciptakan kekuatan deterent untuk mengurangi keinginan daerah tertentu memisahkan diri dari NKRI.

Hal serupa juga berlaku untuk POLRI. Penyimpangan reformasi POLRI tidak seharusnya terus dibiarkan. POLRI seharusnya tidak hanya ditugasi menangani masalah keamanan dalam lingkup KAMTIBMAS, tetapi juga menghadapi ancaman dari kekuatan takyat bersenjata. Selama era Orde Baru, fokus keamanan POLRI terbatas pada KAMTIBMAS. Penugasan anggota Polri ke kementerian dan lembaga pemerintahan lainnya sebaiknya tidak hanya menguntungkan segelintir petinggi Polri, tetapi juga berdampak negatif pada pembinaan karir di internal lembaga masing-masing.

Lebih jauh lagi, sungguh tidak etis jika para pembantu presiden yang menangani masalah keamanan, terutama pimpinan Polri, terbawa arus gagasan dalam RUU Polri yang secara substansial berupaya menghidupkan kembali UU subversif. RUU tersebut juga berpotensi memperluas wilayah tugas POLRI, yang dapat mengakibatkan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga lain yang telah diatur dalam UU. Selain itu, penanganan fungsi intelijen terhadap ancaman luar negeri seharusnya tidak menjadi kewenangan POLRI. Kepedulian elit bangsa terhadap pengaturan masalah keamanan seharusnya dapat diatasi dengan adanya UU Keamanan Nasional yang komprehensif.

Penulis adalah Wakil Ketua Tim Perumus Konsep Reformasi Internal ABRI.

Komentar