(3) Pengelolan Ekonomi Nasional Tanpa Kejelasan Konsep. Lebih memilukan lagi dalam tata kelola ekonomi nasional. Bagaimana mungkin di negara yang berdasarkan Pancasila, Rakyat (Swasta) dengan modal sendiri dan kalau rugi ditanggung sendiri, tapi harus bersaing dengan BUMN (Saat ini berjumlah ratusan, termasuk BUMD/Des) yang modalnya dari negara dan kalau rugi ditanggung negara. Sementara di Negara Komunis, dimana kedudukan negara sebagai Operator Ekonomi melalui keberadaan BUMN, tapi Rakyatnya disantuni oleh negara. Disisi lain, praktek ekonomi kapitalisme yang digelar juga tanpa dibarengi kwajiban negara untuk melindungi yang lemah, sebagai mana yang digelar dalam negara kapitalis.
(4) Kekacauan Sistem Hukum Nasional. Adalah betul apa yang menjadi penekanan Calon Presiden Terpilih tentang Kerusakan Kehakiman dan Korupsi Di Kementerian (Tidak Hanya Menteri Yang Kader Partai). Kita tidak perlu melakukan “Fit and Profer Test” terhadap mereka, karena terlalu sulit bagi kita untuk menemukan Hakim dan Menteri yang tidak kaya dan sebagian lagi malah dengan gaya hidup mewah.
Dan kesemuanya itu terjadi akibat kesemrawutan sistem hukum nasional kita dan tata kelola Pemerintahan yang memberi kesempatan yang begitu longgar untuk terjadinya “abuse of power” untuk memperkaya diri. Sementara itu pengaturan Tupoksi serta hubungan Polri dan Kejaksaan dalam proses peradilan dan penegakan hukum model kolonial dan era kedaruratan diawal kemendekaan terus dipertahankan.
Adapun Residu peninggalan masa lalu yang kini ikut memasung bangsa dan negara kita, antara lain:
(1) Merosotnya Keadaban bangsa. Kemunafikan dalam tata kehidupan sebagian besar bangsa terlebih elitnya sesungguhnya bukan baru terjadi belakangan ini. Praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) sudah tergelar sejak Era Orde Baru, bedanya dulu terkendali, sedang sekarang dilakukan dengan Vulgar. Sementara dalam kehidupan Masyarakat umum, terlebih elitnya simbul dan penampilan yang agamais, tidak nyambung dengan laku keseharian mereka.
(2) Parktek Oligharki. Residu masa lampau yang sering merobek rasa kebangsaan dan kemanusiaan adalah simbiose antara Pemilik Modal khususnya yang papan atas dengan Penguasa. Praktek Oligharki begitu subur, karena Penguasa memperoleh “3 In 1” yaitu Jabatan, Pangkat dan Materi. Sementara pihak Olighark nya mendapat perlindungan. Disanalah praktek Vadalism, Capital Violence dan bahkan State Terrorism terjadi dibanyak tempat,
(3) Kesenjangan Sosial & Wilayah Yang Menganga, serta Kwalitas SDM Yang Rendah. Kebijakan Pemerintah terlebih selama era Orde Baru, telah membuat untu kekinian angka kemiskinan sangat tinggi dan rendahnya kwalitas SDM. Begitu pula dalam hal kesenjangan wilayah akibat prioritas Pembangunan dulunya berfokus pada Jawa dan beberapa kota besar semata.
(4) Gelar IT Tanpa Mengubah Prosedur Birokrasi. Kesalahan mendasar dalam mengeksekusi program IT yang dilakukan Pemerintahan Jokowi adalah karena tanpa didahului dengan pentahapan Reformasi Birokrasi untuk menyiapkan kwalitas ASN sesuai kebutuhan tehnologi. Akhirnya yang terjadi prosedur birokrasi lama masih terus berlanjut, hanya peralatannya diganti dengan IT. Dampak yang tidak bisa dihindari, Rakyat malah dibikin repot, disamping biaya ekonomi menjadi semakin tinggi.
(5) Banyaknya Tumpang Tindih Tugas Antar Kementerian/Lembaga Negara. Beranjak dari Nomenklatur Anggaran tanpa menghitung keterkaitan tugas antar instansi yang sama-sama membidangi obyek yang sama. Dan masih banyak lagi lainnya, termasuk belum siapnya pemerintah dalam menyesuaikan keniscayaan jaman, seperti perubahan model ekonomi dari yang semula konglomerasi menjadi aglomerasi dan juga berakhirnya rezim mata uang kertas.
Prioritas Atensi Anggota Kabinet Kedepan.
Bukanlah karakter Jenderal TNI (Purn) Prabowo Soebianto, kalau yang penting dirinya telah tercatat sebagai orang nomer 1 di negeri ini, sehingga enggan apalagi takut untuk berhadapan dengan banyak pihak bermasalah, namun uangnya tidak berseri.
Komentar