SUMPAH PRAJURIT: 1) Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 2) Tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan.
3) Taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan. 4) Menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Tentara dan Negara Republik Indonesia. 5) Memegang segala rahasia Tentara sekeras-kerasnya.
SAPTA MARGA: 1) Kami warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila. 2) Kami patriot Indonesia pendukung serta pembela ideologi negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah. 3) Kami kesatria Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta membela kejujuran kebenaran dan keadilan.
4) Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia adalah Bhayangkari Negara dan Bangsa Indonesia. 5) Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia memegang teguh disiplin patuh dan taat kepada pimpinan serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan prajurit.
6) Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia mengutamakan keperwiraan di dalam melaksanakan tugas serta senantiasa siap sedia berbakti kepada negara dan bangsa. 7) Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia setia dan menepati janji serta sumpah prajurit.
Adapun mengenai usulan untuk pemberhentian presiden atau wakil presiden itu dapat diajukan oleh DPR kepada MPR. Namun, perlu mengajukan permintaan terlebih dahulu kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Pandangan hukum ini kita ambil dari laman hukumonline.com yang menjelaskan prosesnya secara rinci. Perlu kita ketahui dulu agar diskusinya tidak ngalor-ngidul kesana dan kemari.
Makzul, pemakzulan, dan dimakzulkan merupakan kata khusus yang digunakan bagi presiden dan wakil presiden yang berarti diberhentikan, pemberhentian sesuai dengan Pasal 7A dan 7B UUD 1945.
Pasal 7A UUD 1945 menetapkan alasan-alasan pemakzulan presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya, baik bila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya maupun terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden.
Pemakzulan hadir karena salah satu fitur dari sistem presidensial. Adanya pengaturan pemakzulan merupakan konsekuensi logis apabila suatu negara ingin memperkuat sistem presidensial. Sebelum amandemen, Indonesia tidak memiliki mekanisme yang cukup jelas perihal memakzulkan presiden di tengah masa jabatannya.
Pemakzulan presiden ditentukan oleh suara mayoritas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang kemudian menjadi masalah karena pemakzulan presiden hanya menggunakan proses politik dan tidak ada proses hukum di dalamnya. Padahal perlu diperhatikan, dalam mekanisme pemakzulan terdapat proses hukum dan proses politik.
Kemudian dinyatakan pada Pasal 7B UUD 1945, usul pemberhentian presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa presiden atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara dan tindak pidana berat lainnya atau presiden dan atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan atau wakil presiden.
Komentar