Rahayu Saraswati dan Raden Priyono Berhadapan dengan Tembok Yerikho Mafia BBM/Migas

Jadi Rahayu Saraswati bersama Romo Paschalis dan Ipda Rudy Soik mesti berhadapan dengan orang-orang jahat ini. Bahkan Anggota DPR dari Komisi III Benny K. Harman sampai menduga bahwa Kapolda NTT Irjen Pol. Drs. Daniel Tahi Monang Silitonga, SH., telah disesatkan dengan laporan-laporan palsu yang masuk ke mejanya. Sehingga keputusan yang diambilnya bisa salah dan malah melanggengkan praktek kotor para jejaring mafia BBM itu.

Mari kita pantau dan dukung terus perjuangan mereka. Semoga langkah berani yang diambil Rahayu Saraswati, Romo Paschalis dan Rudy Soik ini bisa memulihkan citra Kepolisian NTT yang sedang terpuruk. Kisah ini bakal seru dan menegangkan.

Pertanyaannya, apakah mafia BBM serupa juga ada di provinsi lain? Apakah mereka juga berkelindan dengan aparat kepolisian setempat? Quo vadis kepolisian Indonesia?

Beberapa tahun lalu kita sempat dihebohkan dengan kasus besar soal BBM, yaitu kasus TPPI, kependekan dari PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia. Katanya negara dirugikan sampai Rp 37 triliun. Fantastis. Ini kejadian sekitar tahun 2008.

Ada nama Raden Priyono, ia adalah mantan kepala BP Migas yang saat ini sedang menjalani hukuman penjara, ia sudah beberapa tahun berada dibalik jeruji besi. Apa masalahnya?

Kisahnya, tahun 2008 TPPI mandeg beroperasi. Lalu lalu wapres JK mengadakan rapat “penyelamatan TPPI” di kantor wakil presiden. Dihadiri Menteri ESDM, Ka BPH Migas, Dirut Pertamina, Dirjen Anggaran dan Kekayaan Negara sampai Dirut PT TPPI.

Mandegnya operasi TPPI akibat pasokan bahan bakunya distop Pertamina. Kenapa distop? Lantaran ada tunggakan kewajiban TPPI kepada Pertamina yang belum dilunasi. Begitulah kira-kira, supaya tidak terlalu teknis pembahasannya.

Dari rapat di kantor Wapres JK itu, diputuskan agar pasokan ke TPPI dilanjutkan supaya bisa memproses BBM Premium untuk kebutuhan Jawa Timur. Singkat cerita, pasokan kondensat pun dilaksanakan Pertamina sejak awal 2009 sampai 2011 sebanyak 33 juta barrel. Nilainya USD 2.72 milyar (atau sekitar Rp. 37 Triliun kala itu).

Kemudian, TPPI telah menyetorkan balik kepada negara sebesar USD 2,59 milyar. Masih kurang USD 128 juta dan dicatat sebagai utang TPPI kepada negara, atau piutang negara kepada TPPI. Bisnis jalan terus.

Lalu, entah bagaimana detailnya, gak begitu jelas, jadi ribut. Sampai TPPI didakwa tidak bayar utang dan merugikan negara Rp 37 trilyun. Juga tuduhan lain soal penunjukan langsung, dll. Walah ruwetlah… Ujungnya Kepala BP Migas kala itu, Raden Priyono, yang harus menanggung semua “kesalahan” itu.

Komentar