JurnalPatroliNews – Jakarta – Ketegangan dagang global kembali meningkat setelah Amerika Serikat resmi menaikkan tarif terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Merespons kondisi ini, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI M. Hanif Dhakiri menyerukan pentingnya memperkuat UMKM serta industri yang mengandalkan bahan baku dalam negeri.
Menurut Hanif, langkah paling strategis saat ini bukan sekadar bertahan, melainkan mempercepat transformasi industri lokal agar naik kelas dan mampu menjangkau pasar ekspor baru.
“Kita harus jawab tekanan tarif dengan semangat industrialisasi yang nyata. UMKM tidak boleh cuma bertahan di dalam negeri, tapi harus jadi pemain global,” kata Hanif kepada media, Jumat, 4 April 2025.
Diversifikasi Pasar dan Penguatan SDM
Selain memperkuat sektor domestik, Hanif juga menekankan urgensi melakukan ekspansi pasar ekspor ke kawasan seperti BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) serta negara-negara di benua Afrika. Langkah ini, menurutnya, akan mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional seperti Amerika.
Tak hanya industri, Hanif juga menyebut pentingnya melihat pekerja migran sebagai bagian dari kekuatan ekonomi nasional. Ia menyoroti kontribusi mereka yang pada tahun lalu berhasil menyumbang devisa senilai USD 14 miliar.
“Pekerja migran bukan beban. Kalau dibina dan dikelola dengan baik, mereka bisa menjadi fondasi ekonomi nasional dalam 5-10 tahun ke depan,” tambahnya.
Krisis Global sebagai Momentum Perubahan
Politisi PKB itu menilai bahwa situasi global ini adalah momentum evaluasi arah kebijakan ekonomi Indonesia. Menurutnya, tekanan dari luar seharusnya tidak membuat Indonesia gentar, tapi justru melahirkan kebijakan yang lebih progresif dan berpihak pada kekuatan dalam negeri.
“Sekaranglah saatnya merumuskan langkah yang berani dan berpihak. Bukan hanya merespons, tapi juga menyerang secara strategis,” tegas Hanif.
Tarif Baru AS Jadi Tantangan Serius
Presiden AS Donald Trump secara resmi menetapkan keadaan darurat ekonomi nasional dan memberlakukan kebijakan Resiprocal Tariffs atau tarif timbal balik. Indonesia menjadi salah satu dari 10 negara yang terkena dampaknya secara langsung, dengan kenaikan tarif mencapai 32 persen.
Kebijakan ini diberlakukan sebagai bentuk protes atas defisit perdagangan Amerika dengan Indonesia, yang disebut mencapai selisih USD 18 miliar. Produk ekspor utama RI yang terdampak antara lain adalah tekstil, pakaian rajut, sepatu, minyak sawit, produk kelautan seperti udang dan ikan, serta peralatan elektronik.
Komentar