DPR Minta Rencana Listrik Nasional Tak Kaku, Harus Fleksibel dan Progresif

JurnalPatroliNews – Jakarta – Ketua Komisi VII DPR RI, Bambang Pati Jaya, menekankan pentingnya pendekatan yang fleksibel dalam penyusunan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru yang akan berlaku untuk periode 2025 hingga 2034.

Ia mendorong agar kebijakan tersebut tidak bersifat kaku agar dapat menjawab tantangan kebutuhan energi yang terus berubah.

Menurut Bambang, pengalaman dari skema RUPTL sebelumnya menunjukkan bahwa banyak pembangkit listrik dibangun namun tidak sesuai dengan kebutuhan aktual. Hal ini menyebabkan pemborosan anggaran dan infrastruktur yang tidak terserap dengan maksimal.

“Kita ingin RUPTL itu bisa disesuaikan dengan dinamika permintaan listrik di masa depan. Kalau permintaannya meningkat, PLN harus punya ruang untuk menambah kapasitas. Tapi kalau menurun, mereka juga harus fleksibel dalam mengatur strategi investasi atau kerja sama pembangunan pembangkit,” ujarnya di kompleks DPR, Rabu (23/4/2025).

Fleksibel Tapi Tetap Maju

Walau menuntut fleksibilitas, Bambang juga mengingatkan agar RUPTL tetap dirancang dengan semangat progresif. Ia menilai, fleksibilitas tak boleh diartikan sebagai ketidaksiapan menghadapi tantangan ke depan.

“Intinya, jangan kaku. Tapi jangan juga jadi pasif. Kita perlu pendekatan yang bisa menyesuaikan, namun tetap mendorong kemajuan sistem kelistrikan kita,” imbuhnya.

Ia menyatakan bahwa dokumen final RUPTL kini telah melalui proses sinkronisasi antara DPR, Kementerian ESDM, dan pihak PLN, dan akan segera diumumkan ke publik.

Energi Terbarukan Jadi Fokus Utama

Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa mayoritas proyek pembangkit yang masuk dalam RUPTL 2025–2034 akan bersumber dari energi baru dan terbarukan (EBT). Ia menyebut sekitar 60% dari kapasitas pembangkit baru selama satu dekade ke depan akan mengandalkan EBT.

“Dalam RUPTL yang baru, sekitar 60 persen pengembangannya diarahkan untuk EBT. Ini menjadi komitmen kita dalam transisi energi bersih,” jelasnya saat konferensi pers di Kementerian ESDM, Jumat (17/1/2025).

Dalam kesempatan berbeda, Bahlil mengungkapkan target penambahan kapasitas listrik nasional sebesar 70 Giga Watt (GW), di mana porsi terbesar akan datang dari pembangkit berbasis energi hijau. Ia menekankan bahwa pertumbuhan kapasitas ini penting untuk mendukung laju pertumbuhan ekonomi hingga 8% sebagaimana dicanangkan Presiden Prabowo.

Investasi Fantastis: Rp 1.100 Triliun Dibutuhkan

Dalam draft RUPTL yang beredar, disebutkan bahwa total kebutuhan investasi untuk membiayai pengembangan EBT mencapai sekitar Rp 1.100 triliun. Angka tersebut mencakup sekitar Rp 400 triliun untuk pembangunan jaringan interkoneksi dan Rp 600 hingga 700 triliun untuk pembangunan pembangkit listrik baru.

“Untuk jaringannya saja bisa tembus Rp 400 triliun. Sedangkan pembangkit, tergantung jenis dan lokasi, bisa sampai Rp 700 triliun,” ujar Bahlil saat ditemui di Gedung ESDM pada pertengahan Januari.

Ia menambahkan bahwa pemerintah telah menyiapkan skenario pertumbuhan kebutuhan listrik berdasarkan kondisi ekonomi: skenario tinggi, menengah, dan rendah. Hal ini dilakukan agar pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan tetap relevan dengan arah pertumbuhan nasional.

Komentar