Independensi MK Diuji dalam Sengketa Pilgub Papua, Rawan Intervensi?

JurnalPatroliNews – Jakarta – Sengketa Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Papua 2024 yang saat ini bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai berpotensi mendapat intervensi.

Pakar hukum tata negara, Feri Amsari, dalam pernyataannya di Jakarta pada Minggu, 2 Februari 2025, menegaskan bahwa MK harus tetap menjaga independensinya.

Hal ini menjadi krusial karena pemohon dalam sengketa ini adalah pasangan Nomor Urut 2, Mathius Derek Fakhiri-Aryoko Rumaropen, yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Menurut Feri, ada kejanggalan dalam tuduhan kecurangan yang dilayangkan pasangan Nomor Urut 2 terhadap lawannya.

“Biasanya, pihak yang memiliki kekuasaan justru yang berpotensi melakukan kecurangan. Lalu, bagaimana bisa pihak yang justru didukung koalisi penguasa menuduh adanya kecurangan dari lawan yang tidak memiliki kekuatan politik dominan?” ujar Feri.

Ia juga menyoroti bahwa di berbagai daerah lain, justru kubu di luar KIM yang kerap melaporkan dugaan kecurangan. Oleh karena itu, menurutnya, tuduhan ini perlu dipertanyakan lebih lanjut agar jelas motif yang melatarbelakangi gugatan ke MK.

“Kalau pasangan dari KIM memperkarakan Pilgub Papua ke MK, lalu jika ada intervensi dari kubu mereka sendiri, ini justru menimbulkan tanda tanya besar,” imbuhnya.

Dalam sidang perselisihan hasil Pilgub Papua di MK yang berlangsung pada Kamis lalu, pasangan Mathius Derek Fakhiri-Aryoko Rumaropen menuduh lawannya, Yermias Bisai (Cawagub Nomor Urut 1), menggunakan dokumen yang tidak sah, yakni Surat Keterangan Tidak Sedang Dicabut Hak Pilihnya dan Surat Keterangan Tidak Pernah Terpidana.

Tuduhan tersebut dibantah oleh Ronny Talapessy, kuasa hukum pasangan Cagub/Cawagub Nomor Urut 1, Benhur Tomi Mano-Yermias Bisai.

“Kami percaya bahwa setiap persoalan harus diselesaikan berdasarkan bukti dan aturan hukum yang berlaku, bukan sekadar tuduhan tanpa dasar,” ujar Ronny.

Ia menegaskan bahwa demokrasi harus dijalankan dengan transparansi dan integritas, bukan sebagai alat untuk menjatuhkan lawan politik dengan klaim yang belum terbukti.

Komentar