JurnalPatroliNews – Jakarta – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah mengkaji kemungkinan revisi terhadap UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), menyusul terbitnya sejumlah undang-undang baru yang dianggap tidak selaras dengan peraturan tersebut.
Dorongan revisi ini muncul karena adanya UU No. 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (minerba), UU Cipta Kerja, dan UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN, Halilul Khair, mengungkapkan bahwa ketiga undang-undang tersebut membawa substansi yang mengurangi kewenangan daerah.
Menurut Halilul, UU Pemda awalnya disusun untuk memberi pengakuan terhadap daerah otonom, di mana masyarakat lokal berhak mengatur dan mengelola urusan mereka sendiri sebagai badan hukum publik.
“Artinya, tidak semua urusan ditentukan oleh pusat; banyak hal yang harus diputuskan oleh rakyat daerah,” ujar Halilul, Sabtu, 26 Oktober 2024.
Ia menjelaskan, UU Pemda mengatur peran dan wewenang daerah otonom, yang mencakup pembiayaan, personel, dan hubungan pemerintah pusat-daerah. Karena dua pertiga urusan negara berada di tingkat daerah, lanjutnya, penting untuk memberikan kewenangan yang memadai agar pemerintah daerah bisa melayani masyarakat dengan baik.
Namun, Halilul menyoroti bahwa UU No. 23/2014 saat ini justru berbenturan dengan ketentuan baru dalam tiga UU tersebut, terutama dalam pembagian kewenangan yang semakin terbatas bagi daerah.
“UU baru ini mengandung norma-norma yang mengurangi peran daerah seperti yang diatur dalam UU No. 23/2014. Karena itu, perlu ada penyesuaian,” jelasnya.
Dengan kajian ini, Kemendagri diharapkan dapat menemukan solusi untuk menjaga keselarasan regulasi yang memperkuat hubungan dan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Komentar