“Melihat Indonesia dari Perspektif Sastra dan Kebudayaan”

Menyoroti sistem ekonomi yang hanya mengambil satu sudut kapitalisme saja dan dijalankan di semua pelosok Indonesia. “Padahal kehidupan sosial ekonomi pedesaan kita sejak dulu tidak mengenal sistem ekonomi liberal.” Ujar Hadi.  

Ia juga mengungkapkan penyeragaman sistem perundang-undangan, yang juga dipaksakan dan tidak mengikuti alur budaya masyarakat lokal.

“Suku Dayak dan Madura baku hantam di Kalimantan dulu antara lain disebabkan oleh masalah lahan yang diatur lewat peraturan perundangan soal pertanahan yang tidak mengikuti alur kearifan budaya lokal.” Katanya  

Abdul Hadi juga mengkritik bahwa tata laksana pemerintahan desa yang harus mengikuti pola pemerintahan di Jawa yakni bupati, lurah, camat.

“Padahal di Minangkabau yang dikenal hanya sistem Nagari, begitu pula contohnya di Aceh (Mukim dan lain-lain) dan Papua yang berbeda dalam memandang tata budaya pemerintahan wilayah desa masing-masing. Jadi tidak bisa diseragamkan. “ jelasnya.

Terkait bahasa dan kebudayaan Abdul Hadi mengeluhkan bahwa sejak zaman penjajahan belanda bahasa lokal kita “dibunuh” dan kemampuan berbahasa kita hanya diperkenalkan dengan huruf latin

“Padahal budaya dan Bahasa kita sejak lama hanya mengenal empat Bahasa, Bahasa Arab, Bahasa Melayu, Arab Melayu dan Bahasa Jawa pada kesusasteraan dan tinggalan warisan kerajaan-kerajaan di Jawa sebagai lingua franka (Bahasa pengantar).” Jelasnya.

Komentar