NasDem Tolak Keputusan MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen

JurnalPatroliNews – Jakarta – Partai NasDem menyatakan ketidaksetujuannya terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) sebesar 20 persen. Sekjen DPP Partai NasDem, Hermawi Taslim, menegaskan bahwa yang perlu ditinjau adalah persentase ambang batas, bukan penghapusan totalnya.

“Bukan hanya kurang sepakat, tetapi kami tegas tidak sepakat. Yang terbuka untuk dibicarakan adalah revisi persentasenya, bukan penghapusan,” ujar Hermawi kepada wartawan, Kamis (2/1).

Menurut Hermawi, presidential threshold merupakan aturan yang diperlukan sebagai bentuk seleksi awal untuk memastikan kandidat presiden memiliki kredibilitas yang memadai. Ia menyebut, aturan ini adalah praktik umum dalam berbagai pemilihan, baik di organisasi maupun pemerintahan.

“Ambang batas ini adalah rule of the game yang universal. Di berbagai level, mulai dari organisasi kecil hingga pemerintahan, aturan seperti ini lazim diterapkan,” katanya.

Hermawi juga mengingatkan potensi kerumitan jika pemilihan presiden digelar tanpa ambang batas. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai ratusan juta, ia mengkhawatirkan munculnya konsekuensi yang menyulitkan dalam praktiknya.

“Putusan ini kurang memperhatikan dampak yang bisa timbul, terutama kerumitan dalam pelaksanaan Pilpres tanpa ambang batas,” jelasnya.

Sebelumnya, MK memutuskan untuk membatalkan Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional. Ketua MK Suhartoyo menyatakan, aturan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

“Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan capres-cawapres berapapun besaran atau angka persentasenya bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” tambah Saldi.

MK beralasan bahwa ambang batas tersebut melanggar moralitas, rasionalitas, serta prinsip keadilan yang intolerable, sehingga bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.

Meski demikian, keputusan ini menuai polemik di kalangan politikus. NasDem menjadi salah satu partai yang mengkritisi dampak penghapusan aturan tersebut, menyerukan perlunya evaluasi yang lebih komprehensif untuk menjaga stabilitas demokrasi.

Komentar