JurnalPatroliNews – Jakarta – Kekhawatiran bahwa kebijakan pemangkasan anggaran belanja negara oleh Presiden Prabowo Subianto dapat menyebabkan kontraksi ekonomi dinilai tidak beralasan. Langkah ini bukan sekadar pengurangan belanja negara, melainkan strategi efisiensi untuk meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran.
Pendapat ini disampaikan oleh Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, dalam keterangan resminya pada Rabu, 11 Februari 2025.
Presiden Prabowo mengambil kebijakan tegas dengan memangkas anggaran 2025 pada berbagai kementerian, lembaga, serta transfer ke daerah. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan memastikan belanja negara lebih tepat sasaran.
Adapun total anggaran yang dipangkas mencapai Rp306,7 triliun, terdiri dari Rp256,1 triliun dari kementerian dan lembaga serta Rp50,6 triliun dari dana transfer ke daerah. Bahkan, anggaran untuk perjalanan dinas dan alat tulis kantor juga mengalami pemotongan signifikan.
Meski demikian, Anthony menegaskan bahwa kebijakan ini tidak akan mengurangi total anggaran belanja negara yang telah ditetapkan dalam APBN sebesar Rp3.621,3 triliun.
“Selama total belanja negara tetap pada angka yang telah dianggarkan, maka pengalihan anggaran antarpos tidak akan berdampak besar pada pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa langkah ini bukan merupakan kebijakan fiskal kontraktif, melainkan strategi redistribusi anggaran agar lebih berpihak kepada kelompok masyarakat tertentu. Dalam hal ini, pemerintahan Prabowo lebih memprioritaskan masyarakat miskin melalui program makan bergizi gratis, dibandingkan sektor infrastruktur.
Revolusi Pengelolaan Keuangan Negara
Sementara itu, Haris Rusly Moti, Komandan Relawan Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024, menilai pemotongan anggaran ini sebagai bagian dari upaya mengubah pola pikir dalam pengelolaan keuangan negara.
Menurutnya, Prabowo berusaha menutup defisit anggaran dengan menekan kebocoran dan korupsi, serta menerapkan efisiensi, dibandingkan menambah utang baru.
“Presiden Prabowo sedang berupaya merombak pola pikir lama yang selama ini bergantung pada utang,” kata Haris.
Komentar