JurnalPatroliNews – Jakarta – Peralihan kepemimpinan di Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari Sohibul Iman ke Almuzzammil Yusuf disinyalir menjadi penanda kuat bahwa partai berbasis Islam ini tengah melakukan penyesuaian ulang terhadap jati diri dan pijakan ideologisnya.
Pengamat politik dari Lembaga Survei KedaiKOPI, Ibnu Dwi Cahyo, menilai bahwa perubahan ini bukan sekadar rotasi struktural, melainkan bagian dari upaya PKS untuk kembali mempertegas identitas intelektual dan idealisme awal yang selama ini menjadi ciri khasnya.
“Setelah melewati berbagai tantangan internal maupun eksternal selama lebih dari sepuluh tahun, PKS tampaknya sedang menata ulang arah. Formasi baru dengan Sohibul Iman sebagai Ketua Majelis Syura dan Almuzzammil Yusuf sebagai Presiden Partai merupakan refleksi dari komitmen terhadap nilai-nilai dasar partai,” ungkap Ibnu, Rabu, 4 Juni 2025.
Menurutnya, mekanisme transisi yang dilakukan melalui Musyawarah I Majelis Syura menunjukkan kedewasaan organisasi. PKS tetap mempertahankan karakteristiknya sebagai partai kader yang mengutamakan kedisiplinan dan keharmonisan internal.
“Tanpa sorotan media yang gaduh, pergantian ini berjalan mulus dan penuh perhitungan. Di situ letak keistimewaan PKS—stabil dan terorganisir dalam menghadapi pergantian pimpinan,” katanya.
Sohibul Iman sendiri dikenal luas sebagai figur akademisi dan teknokrat, berlatar pendidikan doktoral dari Jepang serta mantan Rektor Universitas Paramadina. Penunjukan ini dinilai memberi pesan kuat bahwa PKS ingin membangun narasi politik yang berbasis ilmu pengetahuan dan pendekatan rasional.
Sementara Almuzzammil Yusuf, yang juga memiliki pengalaman panjang di dunia politik dan basis intelektual yang mumpuni, dipercaya mampu menerjemahkan arah baru PKS ke dalam strategi kebijakan yang lebih terukur dan berbasis data.
Namun, Ibnu menekankan bahwa pekerjaan rumah ke depan tidaklah mudah. Menghadapi Pemilu 2029, perubahan demografi pemilih—khususnya generasi muda dan pemilih pemula—menuntut pendekatan komunikasi politik yang lebih segar dan relevan.
“PKS butuh strategi penyampaian pesan yang bisa merangkul generasi digital dan menembus budaya populer. Duet Sohibul dan Muzzammil punya modal otoritas intelektual, tinggal bagaimana mereka membungkusnya dalam bahasa yang dekat dengan anak muda,” tutup Ibnu.
Komentar