Pemilihan Panglima TNI Jadi Momen Ditunggu-tunggu, Jika Dijabat Bergiliran, Pengganti Hadi Tjahjanto Dari TNI AL?

JurnalPatroliNews – Jakarta – Jabatan Panglima TNI menjadi salah satu posisi strategis dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Selain itu, TNI juga memiliki peran penting untuk melindungi Indonesia dari ancaman eksternal yang biasanya datang dengan kekuatan besar.

Berdasarkan kondisi tersebut, pemilihan Panglima TNI pun selalu menjadi momen yang ditunggu-tunggu. Berbagai kontroversi pun juga sering mewarnai pengangkatan Panglima TNI. Kontroversi tersebut biasanya mengenai kesalahan prosedur pengangkatannya. Khususnya perihal apakah Panglima TNI perlu bergilir antarmatra atau tidak. Lantas, seperti apa prosedur pengangkatan Panglima TNI?

Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira aktif dari setiap matra angkatan. Karena itu, Panglima TNI biasanya dijabat secara bergilir oleh tiap perwira dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Dalam UU tersebut, memang tidak dijelaskan secara rinci bagaimana mekanisme penggilirannya. Yang jelas, pengangkatan tersebut bersifat kultural, bukan struktural.

Pengajuan calon Panglima TNI merupakan hak prerogatif Presiden. Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima TNI kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan. Dilansir dari mkri.id, Pengajuan kepada DPR ini merupakan bentuk mekanisme check and balances antara lembaga eksekutif, dalam hal ini Presiden, dengan lembaga legislatif, yaitu DPR.

Hal tersebut juga menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pengujian Undang-Undang Kepolisian Negara dan Undang-Undang Pertahanan Negara yang mengatur pengangkatan Panglima TNI.

Berikut peraturan pengangkatan Panglima TNI yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004:

(1) TNI dipimpin oleh seorang Panglima.

(2) Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.

(4) Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

(5) Untuk mengangkat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(6) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap calon Panglima yang dipilih oleh Presiden, disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon Panglima diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(7) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Presiden mengusulkan satu orang calon lain sebagai pengganti.

(8) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya.

(9) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dianggap telah menyetujui, selanjutnya Presiden berwenang mengangkat Panglima baru dan memberhentikan Panglima lama.

(10) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan keputusan presiden.

Jika menggunakan prinsip bergiliran, maka saat ini jatah Panglima TNI akan diduduki oleh Angkatan Laut atau TNI AL. Sejak menjadi kepala negara, Jokowi baru dua kali mengangkat Panglima TNI. Mereka adalah Gatot Nurmantyo dari Angkatan Darat yang menggantikan Moeldoko, juga dari Angkatan Darat. Terakhir adalah Hadi Tjahjanto dari Angkatan Udara.

(*/red)

Komentar