Jurnalpatrolinews – Jayapura : Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia atau PAHAM Papua mempertanyakan kebijakan Kejaksaan Negeri Timika yang memindahkan lokasi sidang perkara Indius Sambom alias Ivan Sambom dan dua rekannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. PAHAM Papua meminta pemindahan itu dibatalkan.
Hal itu disampaikan Direktur PAHAM Papua, Gustaf Kawer SH MSi dalam keterangan pers tertulisnya pada Senin (12/10/2020). PAHAM Papua meminta Mahkamah Agung RI, Ketua Pengadilan Tinggi Papua, Kejaksaan Tinggi Papua dan Ketua Pengadilan Negeri Timika membatalkan pemindahan lokasi sidang Indius Sambom dan dua rekannya itu.
“Mereka akan dipindahkan persidangannya dari Timika, Papua ke Jakarta dan menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Proses pemindahan sidang ini telah diajukan oleh Kejaksaan Negeri Timika, dan telah mendapatkan penetapan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia,” demikian keterangan pers PAHAM Papua.
PAHAM Papua menyatakan pemindahan tahanan di Papua untuk disidangkan di luar Papua dengan alasan keamanan tidak berdasar, mengingat keamanan di Papua saat ini dijaga oleh lebih dari 13.000 pasukan TNI dengan fasilitas tempur lengkap (penelitian Imparsial 2011).
“Belum lagi ribuan anggota Polri di Papua, yang juga bertugas dalam pengamanan di Timika. Itu juga belum terhitung dengan ribuan pasukan militer yang terus-menerus masuk ke Papua, termasuk Timika,” tulis PAHAM Papua.
PAHAM Papua mempertanyakan, bagaimana mungkin ribuan pasukan keamanan hadir di Papua, namun Kejaksaan Negeri Timika mengklaim Timika tidak aman untuk menggelar persidangan perkara Indius Sambom dan dua rekannya. Mereka bertiga ditangkap polisi di Timika pada 9 April 2020, dan dijadikan tersangka atas sejumlah insiden penembakan di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua.
Mereka dijerat dengan delik kejahatan makar dan pembunuhan, sebagaimana diatur Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 dan 56 KUHP, Pasal 338 KUHP Jo Pasal 53 KUHP dan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat 12/1951.
“Pemindahan Indius Sambom dan kawan-kawan mengulangi praktek pemindahan tahanan yang berturut-turut dilakukan dalam periode 2019-2020. [Praktik itu] dimulai dengan pemindahan tujuh Tapol Demo Anti Rasisme dari Jayapura ke Balikpapan, Kalimantan Timur, dan pemindahan tahanan [demo anti] rasis dari Wamena ke Biak. Pemindahan memang boleh dilakukan, namun kewenangan pemindahan tahanan ini tidak lah semerta-merta dilakukan sesuai kemauan belaka,” demikian keterangan pers PAHAM Papua.
PAHAM Papua menyatakan alasan pemindahan sidang berdasarkan tempat banyaknya kedudukan (tempat tinggal) saksi dalam perkara Indius Sambom dan dua rekannya jelas tidak terpenuhi, karena semua saksi perkara itu justru tinggal di Timika. Alasan pertimbangan keamanan juga sangat tidak beralasan, karena tempat kedudukan Pengadilan Negeri Timika aman dari gangguan konflik, dan tetap mampu mengelar sidang berbagai perkara lainnya.
PAHAM Papua menyatakan pemindahan lokasi sidang perkara Indius Sambom dan dua rekannya melanggar ketentuan Pasal 84 KUHAP.
Pemindahan itu juga dinilai tidak sinkron dengan kebijakan penempatan lebih dari 15.000 pasukan aparat TNI/Polri di Timika.
“Kebijakan pemindahan sidang dalam perkara ini merupakan ketidaktaatan Kepolisian Resort Mimika, Kejaksaan Timika dan Pengadilan Timika sebagai aparatur penegak hukum,” demikian keterangan pers PAHAM Papua.
PAHAM Papua menilai pemindahan itu lebih menyerupai upaya penegak hukum untuk menjauhkan keadilan hukum dari Indius Sambom dan dua rekannya, karena mereka menjadi jauh dari keluarganya.
“Pemindahan sidang Indius Sambom dapat perhambat akses bantuan hukum, biaya sidang jadi mahal, dan akses bagi keluarga dan pemenuhan hak-hak lainnya dapat terabaikan,” tulis PAHAM Papua.
PAHAM Papua meminta Mahkamah Agung RI, Ketua Pengadilan Tinggi Papua, Kejaksaan Tinggi Papua dan Ketua Pengadilan Negeri Timika untuk membatalkan pemindahan itu.
PAHAM Papua juga meminta Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian RI, Ombudsman RI, Ombudsman Perwakilan Papua memantau dan mengawasi kinerja hakim, jaksa, dan polisi yang menangani perkara Indius Sambom dan dua rekannya. (jubi)
Komentar