Pemimpin Agama Dunia Bersatu dalam Forum UNEP: Rumah Ibadah Diarahkan Jadi Pusat Perlawanan terhadap Polusi Plastik

JurnalPatroliNews – Nairobi – United Nations Environment Programme (UNEP) melalui Faith for Earth Coalition bersama Interfaith Working Group on Pollution menggelar forum daring bertajuk “Solusi Multi-Level oleh Agama untuk Mengakhiri Polusi Plastik Global”, pada Selasa (3/6). Agenda ini menjadi titik temu para pemuka agama, pegiat lingkungan, dan tokoh komunitas dari berbagai belahan dunia untuk membahas peran nilai-nilai keimanan dalam menghadapi krisis sampah plastik yang kian parah.

Salah satu pembicara utama, Dr. Hayu Prabowo pendiri gerakan EcoMasjid sekaligus Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI menekankan pentingnya menjadikan rumah ibadah sebagai pusat edukasi dan transformasi perilaku ramah lingkungan.

“Masjid bukan hanya tempat ibadah ritual, tapi seharusnya menjadi pusat perubahan perilaku umat dalam menjaga alam. Dari masjid, kita bisa mulai menyejahterakan bumi,” ujar Hayu.

Ia menyoroti bagaimana pendekatan berbasis spiritual dalam pengelolaan sampah seperti yang dilakukan melalui gerakan EcoMasjid telah menyentuh dimensi moral dan kesadaran kolektif umat. Menurut data yang disampaikan, Indonesia menempati posisi kedua sebagai negara penyumbang sampah plastik ke laut. Dari 13,6 juta ton sampah yang diproduksi setiap tahun, lebih dari 40 persen tidak tertangani dengan baik. Ironisnya, di tengah lautan sampah, Indonesia masih mengimpor plastik bekas pakai untuk industri lokal.

“Ini lebih dari sekadar persoalan teknis pengelolaan sampah. Ini soal krisis moral. Agama punya peran vital dalam membangun kesadaran kolektif,” tegasnya.

Inisiatif nyata juga muncul dalam bentuk program Sedekah Sampah Indonesia (GRADASI) yang mengajak jamaah untuk menyumbangkan sampah daur ulang bernilai ekonomi guna mendukung pembangunan masjid dan kegiatan sosial. Di Masjid Raya Bintaro Jaya, misalnya, program ini telah mengelola puluhan ton sampah per bulan, yang hasilnya digunakan untuk beasiswa dan perbaikan fasilitas ibadah.

Forum UNEP ini juga dihadiri oleh tokoh-tokoh global, seperti Prof. Patricia Kameri Mbote (Direktur Divisi Hukum UNEP), Azmaira Alibhai, Marit Van Den Wittenboer (Faith for Earth Coalition UNEP), Emma Cooper (Islamic Help UK), dan Zahra Ahmad (Bahu Trust UK). Mereka membahas bagaimana pendekatan berbasis nilai, tradisi, dan spiritualitas mampu mengubah pola konsumsi plastik masyarakat dunia.

Diskusi ini turut menyusun kontribusi komunitas agama dalam negosiasi INC-5.2, yang merupakan bagian dari kesepakatan internasional soal pengurangan polusi plastik. Topik lain yang diangkat mencakup edukasi tentang siklus hidup plastik, integrasi pesan lingkungan ke dalam praktik keagamaan, dan pembentukan koalisi lintas iman untuk menekan penggunaan plastik global.

Fakta mengejutkan turut diungkap: rata-rata manusia saat ini mengonsumsi lima gram mikroplastik per minggu setara dengan ukuran satu kartu ATM. Bahkan, partikel nano plastik telah ditemukan bisa menembus sawar darah-otak dan berpotensi menyebabkan kanker serta gangguan hormon.

Hayu Prabowo juga mengingatkan bahwa fatwa MUI No. 47 Tahun 2014 telah menyatakan bahwa membuang sampah sembarangan dan menyia-nyiakan sumber daya adalah tindakan yang haram. Ini, menurutnya, bisa menjadi landasan teologis yang kuat bagi gerakan hijau berbasis agama.

UNEP sendiri menilai situasi plastik saat ini telah mencapai tahap darurat. Mikroplastik ditemukan dalam hampir semua sampel garam meja yang diuji, menandakan betapa krisis ini telah merambah hingga ke ranah konsumsi harian.

Memanfaatkan momentum Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 bertema “Hentikan Polusi Plastik”, forum ini menyerukan perlunya membangun solidaritas lintas keyakinan sebagai bentuk tanggung jawab bersama umat manusia terhadap alam.

“Melindungi lingkungan bukan sekadar aktivitas sosial, tapi ibadah jangka panjang. Pahalanya terus mengalir selama bumi ini masih ada,” pungkas Hayu Prabowo, menutup ajakan kolektif untuk menjadikan tempat ibadah sebagai benteng pertahanan terakhir dari krisis plastik global.

Komentar