JurnalPatroliNews – Jakarta – Resolusi Jihad membakar semangat juang arek-arek Suroboyo dan sekitarnya pada 10 November 1945.Â
Sehingga kaum santri dan rakyat bersatu mengusir tentara sekutu dari Kota Pahlawan.
Filolog alumni Ma’had Aly Tebuireng Jombang, Fathurrochman Karyadi mengatakan, Resolusi Jihad atau resolusi perang suci lahir di Surabaya pada 21 Oktober 1945. Kala itu, delegasi NU dari Jawa dan Madura hadir di kantor PB Ansor Nahdlatul Oelama (ANO) di Jalan Bubutan VI/2, Surabaya.
Pertemuan tersebut untuk menunaikan amanat Rais Akbar NU KH Hasyim Asy’ari. Tokoh pendiri NU sekaligus pendiri Ponpes Tebuireng Jombang tersebut menyampaikan amanat pokok-pokok kaidah, tentang kewajiban umat Islam dalam jihad mempertahankan Tanah Air.
“Dalam rapat PBNU yang dipimpin Ketua Besar NU KH Abdul Wahab Hasbullah menetapkan satu keputusan dalam bentuk resolusi, yang diberi nama Resolusi Jihad,” kata Fathurrochman dalam keterangan tertulisnya kepada detikcom, Rabu (10/11/2021).
Isi Resolusi Jihad yakni ‘Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja)’.
Filolog yang akrab disapa Atung ini menjelaskan, Resolusi Jihad dari PBNU mengguncang Surabaya. Rakyat menyambut suka cita seruan jihad yang disiarkan melalui pengeras suara musala dan masjid. Kala itu arek-arek Suroboyo telah meraih kemenangan dari sisa-sisa tentara Jepang.
“Sejak disebarkan 22 Oktober 1945, Resolusi Jihad membakar semangat seluruh lapisan rakyat hingga pemimpin di Jawa Timur, terutama di Surabaya. Sehingga dengan tegas mereka berani menolak kehadiran sekutu yang sudah mendapat izin dari pemerintah pusat di Jakarta,” jelas Atung.
Komentar