Buchtar Tabuni: Bebaskan Tahanan Dan Terpidana Terkait Demo Anti Rasisme Papua

Jurnalpatrolinews – Jayapura : Wakil Ketua II Legislatif United Liberation Movement for West Papua atau ULMWP, Bucthar Tabuni meminta pemerintah segera membebaskan tanpa syarat semua tahanan atau terpidana yang terkait demonstrasi anti rasisme Papua.

Ia juga meminta pemerintah menghentikan semua operasi militer di Papua, dan bertanggungjawab atas kasus penembakan di areal PT Freeport Indonesia pada 13 April 2020 yang menewaskan Roni Wandik dan Eden Armando Bebari.

Hal itu dinyatakan Buchtar Tabuni pada Rabu (26/8/2020). “Kami meminta Pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas insiden penembakan di Timika pada 13 Agustus 2020 [yang menewaskan] dua orang warga sipil, Roni Wandik dan Eden Armando Debari,” kata Tabuni.

Ia menyatakan kasus penembakan itu menunjukkan pemerintah harus segera menghentikan semua operasi militer di Tanah Papua. “Kami juga menyampaikan kepada seluruh rakyat Papua agar tidak terprovokasi dengan isu yang menyebabkan perpecahan dan konflik di antara orang Papua,” kata Tabuni.

Buchtar Tabuni adalah bagian dari tujuh aktivis dan mahasiswa yang ditangkap dikriminalisasi dengan kasus makar, setelah sejumlah demonstrasi anti rasisme Papua terjadi di berbagai wilayah di Indonesia dan Papua. Berbagai demonstrasi itu, beberapa di antaranya melibatkan puluhan ribu rakyat Papua, digelar untuk memprotes tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019

Buchtar Tabuni bersama enam aktivis dan mahasiswa itu diadili di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur. Keenam aktivis dan mahasiswa lainnya adalah Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay, Ketua KNPB Mimika Steven Itlay, Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Alexander Gobay, serta Fery Bom Kombo, Hengky Hilapok, dan Irwanus Uropmabin.

Pada 17 Juni 2020, majelis hakim Pengadilan Negeri Balikpapan membacakan vonis yang menyatakan ketujuh Tapol Papua bersalah melakukan makar. Buchtar Tabuni yang dituntut Jaksa Penuntut Umum dengan hukuman 17 tahun penjara dijatuhi hukuman 11 bulan penjara. Sementara Agus Kossay dan Steven Itlay yang dituntut 15 tahun penjara dihukum 11 bulan penjara.

Irwanus Uropmabin dan Hengky Hilapok yang dituntut hukuman 5 tahun penjara dijatuhi hukum 10 bulan penjara. Alexander Gobay dan Fery Kombo yang dituntut hukuman 10 tahun penjara akhirnya dijatuhi hukuman 10 bulan penjara. Kini, ketujuh aktivis dan mahasiswa itu telah menyelesaikan hukuman mereka di Balikpapan.

Buchtar Tabuni menyatakan pada 21 Agustus 2020 lalu ia bersama Agus Kossay, Steven Itlay, dan Hengky Hilapok berangkat dari Balikpapan, dan transit di Makassar. “Dari Makasssar, pada Sabtu pagi kami berangkat menuju Jayapura. Kami tiba di Bandara Sentani, sekitar jam 10.40 WP. Di Bandara Sentani, kami dijemput oleh mahasiswa Papua, para penasehat hukum kami, dan perwakilan berbagi organisasi. Mereka menyambut kami dengan suka cita,” kata Tabuni.

Ia menyampaikan terima kasihnya atas dukungan yang diberikan berbagai pihak kepada tujuh eks Tapol Papua maupun para aktivis dan mahasiswa lain yang dikriminalisasi karena demonstrasi anti rasisme Papua.

“Kami berterima kasih atas semua sumbangan tenaga, pikiran, waktu, singkatnya sumbangan moril dan materil dalam acara penjemputan dan ibadah syukur tersebut. Kami tidak dapat membalas pengorbanan itu. Kami berdoa semoga Tuhan membalas segala budi baik dari semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penjemputan dan ibadah syukur [bagi kepulangan kami],” katanya.

Sebelumnya, Ketua Panitia Penjemputan Empat eks Tapol Papua, Lince Tabuni juga menyampaikan terima kasihnya kepada semua pihak yang mendukung penjemputan dan penyambutan kepulangan para eks Tapol Papua.

“Kami harap masyarakat Papua tetap bersatu merapatkan barisan perlawanan untuk menuju kemerdekaan,” kata Lince.  (jubi)

Komentar