Dilema Pegawai Swasta di DKI soal PSBB Lagi: Setuju, Tapi Takut Tak Digaji

JurnalPatroliNews – Jakarta – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk menerapkan kembali kebijakan kerja dari rumah atau work from home (WFH) bagi perkantoran yang ada di Ibu Kota. Salah seorang pegawai swasta, Syamsi (24) pada dasarnya setuju dengan keputusan Anies, namun ada hal-hal yang membuatnya khawatir.

“Ya, kalau dibilang setuju (PSBB), ya, setuju. Yang aku takutin bukan WFH, tapi dirumahkan tanpa gaji,” kata Syamsi saat berbincang dengan wartawan, Kamis (10/9/2020).

“Karena kan aku di bagian peneleponan sering dengar klien bilang, mereka ada yang dirumahkan (dapat) setengah gaji, karena masuknya tidak full, seminggu tuh (cuma) 2 hari gitu. Itu gajinya benar-benar dari Rp 3 juta cuma Rp 500 ribu, karena tidak full masuk,” imbuhnya.

Syamsi menyebut kekhawatiran ini tentu hanya dirasakan oleh para pekerja swasta, lain halnya dengan pegawai negeri sipil (PNS) yang sudah terjamin segalanya. Menurut Syamsi, semestinya Gubernur Anies memperhitungkan juga dampak kebijakan ini bagi para pekerja swasta.

“Kecuali PNS, WFH pun digaji. Itu loh yang harus diperhitungkan juga sama Pak Anies. Soalnya tidak semua orang dapat perlakuan yang sama dari kantor kalau di WFH. Kalau mereka dirumahkan ini bakal gimana dampaknya,” tuturnya.

Dihubungi terpisah, karyawan swasta lainnya, Siti Afifah (24) mengaku juga setuju dengan keputusan Anies. Menurutnya, kebijakan itu penting diterapkan untuk menekan laju penyebaran virus Corona di perkantoran.

“Setuju dengan tindakan Pak Anies. Karena, kalau kita lihat kondisi pandemi sekarang itu sangat memprihatinkan, khususnya di Jakarta. Soalnya hampir sekarang, setahu saya, 85 persen itu yang klaster baru itu dari kantoran, dan kebanyakan juga dari Jakarta orang kantoran. Sudah begitu juga banyak yang OTG (orang tanpa gejala), kan itu seram,” papar Siti.

Siti menilai kebijakan WFH ini juga dapat mengurangi aktivitas di transportasi umum yang sering mengabaikan jaga jarak. Dia menilai, transportasi umum merupakan salah satu sarana penyebaran Corona.

“Setuju. Buat saya pribadi yang notebenenya karyawan yang naik angkutan umum seperti kereta ataupun TransJakarta itu kan ngeri banget, ya, karena kita itu desak-desakan di situ, walaupun istilahnya masih ada yang WFH di batasin gitu, cuma tetap saja masyarakat tetap penuh, begitu. Jadi kita ngeri, riskan, rawan buat tertular, karena naik angkutan umum,” terangnya.

Sementara itu, Nawafi El (25), karyawan swasta di Jakarta Selatan, mengatakan kebijakan ini adalah yang terbaik dilakukan saat masyarakat sudah mulai merasa bebas. Justru, kata El, jika PSBB total tidak dilakukan akan berimbas semakin naiknya angka yang terjangkit Corona.

“Setuju sih, karena sedikit banyaknya salah masyarakat juga sih. PSBB yang nanti tanggal 14 diberlakukan adalah ‘hadiah’, karena harusnya new normal kemarin yang sebenarnya bisa jadi transisi malah disalahgunakan masyarakat. Kalau tidak PSBB lagi, infected rate pasti naik terus, padahal negara lain sudah mulai siap-siap open lagi, mau tidak mau memang harus PSBB lagi, mungkin,” tutur El.

El mengatakan pemerintah dan masyarakat harus sama-sama bersinergi untuk menekan laju penyebaran virus Corona. “Kalau menurut pribadi sih, saling introspeksi saja pemerintah sama masyarakat, saling dukung,” tandasnya.

Diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan menarik rem darurat di Ibu Kota terkait virus Corona. Mulai Senin besok, Anies meminta kegiatan perkantoran non-esensial wajib ditiadakan dan dilaksanakan dari rumah.

(dtk)

Komentar