Dulu Berseberangan, KLB Jadi Momen Awal Merajut Kemesraan, Gerindra-PDIP, Menuju 2024

Jurnalpatrolinews – Jakarta : Prabowo Subianto kembali dikukuhkan menjadi Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra periode 2020-2025 berdasarkan keputusan yang diambil dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Hambalang, Jawa Barat pada Sabtu (8/8).

Dalam KLB itu, tidak hanya Presiden Jokowi yang memberikan sambutan secara virtual. Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri  turut diberikan kesempatan menyampaikan sambutannya.

Direktur Eksekutif Parameter Politik, Adi Prayitno menilai kehadiran Megawati dalam memberikan sambutan merupakan momentum untuk mengumumkan kepada publik, soal kemesraan kembali antara Gerindra dan PDI Perjuangan.

“Kita tidak pernah mendengar bahwa Gerindra hari ini akan melaksanakan KLB yang cukup luar biasa, tiba-tiba ada KLB, saya kira itu adalah suatu momentum politik. Satu, ingin mengukuhkan kembali Prabowo sebagai Ketua Umum,” kata dia,  Minggu (9/8).

“Yang kedua sekaligus sebagai momentum menggumumkan kepada publik tentang cinta lama bersemi kembali, CLBK nya antara Prabowo dengan Megawati, PDIP dengan Gerindra,” lanjut dia.

Ia berpendapat kedekatan kembali kedua partai yang sempat berseberangan ini, disebabkan karena beberapa faktor. Faktor pertama, kata dia, karena kedua partai ini merupakan partai nasionalis.

“Kemudian juga soal penggunaan jargon-jargon populisme politik, seperti dekat dengan kelompok kelompok miskin kota, petani, buruh dan seterusnya,” kata dia.

Faktor lainnya, kata Adi, terkait dengan sejarah sukses antara kedua partai ini, ketika pertama kali membawa Jokowi untuk bertarung dan akhirnya memenangkan Pilkada DKI 2012.

Sejarah itu, kata dia, telah menciptakan kesan awal yang baik antara kedua partai ini.

“Itulah kemudian sejak awal di mana Gerindra dan PDIP menemukan satu kesatuan politik yang sekalipun dalam banyak perjalanannya ada dinamika, ada konfrontasi di dalam pilpres, itu tidak menghilangkan kesan awal itu,” kata dia.

Politikus Gerindra Andre Rosiade pada kesempatan yang sama menyatakan, kehadiran Megawati memberikan sambutan pada KLB itu merupakan kapasitas Mega sebagai Presiden Indonesia ke-5.

Namun Adi mempertanyakan, jika memang berdasar hal itu, mengapa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak turut diundang.

“Kalau atas nama kapasitas presiden RI kelima, kenapa SBY enggak diundang, kan yang lebih dekat setelah Megawati adalah SBY. SBY adalah presiden sebelum Jokowi. Saya lihat ini chemistry politik,” kata dia.

Ia lebih lanjut mengatakan, Pilkada serentak 2020 ini, adalah momen awal bagi kedua partai ini untuk kembali merajut kemesraan. Tujuan panjang dari kemesraan ini, menurut dia, adalah 2024.

“Kita melihat sejumlah Pilkada yang cukup signifikan dan penting, memang PDIP dan Gerindra itu selalu berkoalisi, di Tangerang Selatan misalnya, di Medan juga dan di tempat yang memilik basis pemilih cukup banyak,” kata dia.

Terkait koalisi, Prabowo sebelumnya memang sempat menyatakan bahwa partainya paling banyak berkoalisi dengan PDI Perjuangan di Pilkada serentak 2020.

“Yang penting PDIP yang paling banyak,” kata Prabowo di kediamannya Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (20/7) lalu.

Berdasarkan catatan rekan media, sejauh ini sudah ada enam lembaga survei yang menyatakan bahwa Prabowo memiliki elektabilitas tertinggi sebagai capres di Pilpres 2024.

Meski demikian, Sekretaris Jenderal DPP Gerindra Ahmad Muzani, mengatakan bahwa keputusan untuk maju menjadi capres akan diputuskan, Prabowo antara enam bulan hingga satu tahun jelang Pemilu 2024.

Muzani menuturkan, Prabowo ingin berkonsentrasi pada penataan kelembagaan Partai Gerindra, tugas sebagai Menteri Pertahanan (Menhan), serta kerja-kerja politik lainnya.

Jika kembali maju pada 2024, Prabowo akan bertarung untuk keempat kalinya. Sejak mulai debut di pilpres 2009 berpasangan dengan Megawati, Prabowo tak pernah absen di gelaran pilpres setelahnya.

Dari seluruh gelaran itu juga, ia dan pasangannya belum pernah mendapatkan kemenangan.

Meski demikian, menurut Adi, dalam politik tidak ada kematian permanen. Ia mencontohkan hal itu terjadi pada  Gubernur Jawa Timur saat ini, Khofifah Indar Parawansa yang pernah gagal dalam gelaran Pilkada Jawa Timur sebelumnya.

“Sekali dua kali bisa kalah, tapi sekali dua kali lainnya juga bisa menang. Khofifah di Pilgub Jawa Timur 2 kali kalah, dan pilkada kemarin menang. Saya juga tidak bisa membayangkan pasti andai Prabowo bertanding ulang di 2024,” kata dia.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan lembaganya pada Februari lalu, Adi mengatakan, elektabilitas Prabowo jauh meninggalkan nama-nama Kepala Daerah populer saat ini, seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo hingga Ridwan Kamil.

Namun demikian, untuk ke depan, naik turunnya elektabilitas Prabowo akan sangat dipengaruhi oleh kinerjanya sebagai Menhan.

“Apakah dianggap positif, apakah dianggap sedang-sedang saja atau  dianggap negatif, ini akan menentukan jalan panjang untuk menuju 2024,” kata dia.

Jika kemesraan antara Gerindra-PDI Perjuangan terus berlanjut hingga 2024, kata Adi, maka setidaknya gabungan kedua partai ini sudah bisa maju untuk mencalonkan tokoh dan memiliki modal elektoral.

“Hal paling realistis yang bisa dibaca menuju 2024 adalah, yang bisa dibaca menuju 2004 adalah Prabowo Subianto yang lain masih samar-samar dan remang-remang,” kata dia. (lk/ant)

Komentar