Sedikitnya Nyawa 20 Warga Sipil Melayang, Serangan Prancis Disebut Buat Kepanikan Tamu Pernikahan di Mali

Jurnalpatrolinews – Jakarta : Pemerintah Prancis mengatakan pihaknya menewaskan puluhan pejuang dalam serangan udara akhir pekan di Mali tengah. Namun penduduk desa dan kelompok lokal mengatakan serangan itu menewaskan 20 warga sipil yang sedang menghadiri pernikahan.

Penduduk desa di Bounti mengatakan satu helikopter melepaskan tembakan di siang hari bolong pada Ahad kemarin hingga menyebabkan kepanikan di antara tamu undangan. Serangan ini Prancis luncurkan setelah dua tentaranya tewas akibat ledakan.

“Kami terkejut dengan intensitas serangan itu. Helikopter itu terbang sangat rendah,” kata salah seorang penduduk bernama Mady Dicko dikutip dari Aljazeera, Rabu, 6 Januari 2021

Tabital Pulakuu, sebuah asosiasi yang mempromosikan budaya kelompok etnis Fulani Mali, melaporkan serangan udara itu merenggut nyawa sedikitnya 20 warga sipil dalam acara pernikahan. Peristiwa ini berlangsung di wilayah Mopti, 600 kilometer dari ibu kota Mali, Bamako, di mana kelompok bersenjata memiliki kehadiran yang signifikan.

Seorang juru bicara militer Prancis, Kolonel Frederic Barbry, membantah adanya hubungan antara penyerbuan itu dan pesta pernikahan. Ia berdalih operasi tersebut mengikuti misi intelijen selama beberapa hari yang menunjukkan ada pertemuan orang yang mencurigakan.

“Militer Prancis dapat menyimpulkan itu adalah kelompok bersenjata teroris berdasarkan sikap individu, peralatan mereka, dan informasi intelijen lainnya”, katanya.

Hingga kini belum ada komentar langsung dari pemerintah Mali.

Guillaume Nguefa, kepala bagian hak asasi manusia dari misi PBB di Mali, membenarkan insiden tersebut tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Wilayah Mopti adalah pusat serangan militer mematikan yang dimulai di Mali utara pada tahun 2012 dan kemudian berlanjut ke negara tetangga, Burkina Faso dan Niger sehingga mengobarkan ketegangan etnis di sepanjang jalan. Ribuan tentara dan warga sipil tewas dalam konflik tersebut dan ratusan ribu orang harus meninggalkan rumah mereka.

Peristiwa ini ditengarai akan meningkatkan tekanan pada pemerintahan sementara Mali, yang didominasi oleh tokoh-tokoh yang memiliki hubungan dengan tentara.

Seperti diketahui, perwira militer menggulingkan Presiden Ibrahim Boubacar Keita pada 18 Agustus setelah protes berminggu-minggu yang sebagian di antaranya dipicu oleh kegagalannya untuk mengalahkan para pejuang Mali sebelum diserahkan kepada pemerintah sementara.

Komentar