Sengaja Ingin Bikin Jantung Debar-debar, Ini Respon Dahlan Iskan Soal Isu Pembubaran OJK

JurnalPatroliNews-Jakarta,– Isu pembubaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam beberapa waktu terakhir memancing respon Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2011-2014, Dahlan Iskan. Tanggapannya ia tumpahkan melalui tulisan di situs remsi miliknya disway.id.

Dalam tulisannya itu, Dahlan nampak tidak setuju jika lembaga pengawas tersebut harus dibubarkan. Ia menilai, OJK harus diberi waktu agar bisa kembali menunjukkan taringnya. Bukan justru sebaliknya, membuat jantung pegawai OJK berdebar-debar.

“Isu penggabungan kembali OJK ke dalam Bank Indonesia memang harus diabaikan. Setidaknya sampai tiga tahun ke depan. Terlalu banyak pekerjaan lebih sulit yang harus dihadapi sampai tahun 2023. Dalam situasi sulit seperti ini tidak baik kalau kita hanya sibuk berheboh-heboh,” kata Dahlan pada tulisan berjudul OJK Risma.

Seakan tidak ingin sendiri, Ia menunjukkan sejumlah tokoh yang berdiri dalam menentang pembubaran OJK. Sebagai lembaga pengawas, keberadaannya dinilai masih dibutuhkan.

“Semua ahli ekonomi tidak ada yang mendukung pembubaran itu. Baik yang di Zoominar Institut Narasi, maupun yang menghadirkan Mantan Menkeu Chatib Basri dua hari lalu,” paparnya.Berikut tulisan Dahlan mengenai isu pembubaran OJK:

Syukurlah isu pembubaran OJK reda. Dasar isu itu memang tidak kuat – kecuali sengaja ingin bikin jantung pegawai OJK berdebar-debar. Bahwa Presiden Jokowi sampai marah besar, mungkin karena info-memo yang masuk ke beliau sangat provokatif.Semua ahli ekonomi tidak ada yang mendukung pembubaran itu. Baik yang di Zoominar Institut Narasi, maupun yang menghadirkan Mantan Menkeu Chatib Basri dua hari lalu.
Bahkan Chatib memuji Otoritas Jasa Keuangan itu. Yang, katanya, dengan cepat merespons krisis ekonomi akibat pandemi. Yakni dengan relaksasi kredit. Pengusaha bisa menunda pembayaran utang sampai tahun 2021.

Maka isu penggabungan kembali OJK ke dalam Bank Indonesia memang harus diabaikan. Setidaknya sampai tiga tahun ke depan. Terlalu banyak pekerjaan lebih sulit yang harus dihadapi sampai tahun 2023.

Dalam situasi sulit seperti ini tidak baik kalau kita hanya sibuk berheboh-heboh.

Tapi kan OJK lemah dalam melakukan pengawasan? Sampai timbul mega-skandal Jiwasraya?

Ternyata OJK punya penjelasan khusus. Yang disampaikan oleh bagian Humas-nya.

“Soal Jiwasraya itu sudah terjadi sejak 2004,” katanya.

Seharusnya, dulu, kasus itu diselesaikan dengan cara penambahan modal. Tapi yang dilakukan adalah meningkatkan penjualan. Termasuk melalui bancassurance.

Yakni produk baru saat itu, penjualan asuransi dikaitkan dengan program bank. Itulah yang telah menjadi bom waktu. Yang baru meledak di tahun 2019.
Sebagian ahli menilai bancassurance itu memang mirip produsen bom waktu.

Ia bukan bank dan bukan pula asuransi – alias bukan-bukan. (lk/*)

Komentar