Siapkan Dua Skema Penyaluran Vaksi Covid-19, Erick Thohir Sebut : Gratis dari Pemerintah dan Mandiri, Tapi…

Jurnalpatrolinews – Jakarta,  Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN) Erick Thohir meminta publik tidak memutarbalikkan fakta mengenai siapa yang berhak mendapatkan vaksin lebih dulu. Dia menjelaskan, ada dua skema penyaluran vaksin, yakni gratis dari pemerintah dan mandiri.

“Tapi, bukan nanti yang bayar akan didahulukan dengan yang gratis. Nah, ini jangan diputarbalikkan. Bahwa nanti ada sinkronisasi jadwal, data, bukan juga diputarbalikkan seakan-akan pemerintah mencari uang, tetapi pemerintah punya gratis. Tapi, yang mandiri harus bisa, toh selama ini pengusaha dapat uangnya dari Indonesia,” ujarnya dalam konferensi pers antara Ketua Pelaksana PCPEN bersama Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ketua Asosiasi Perawat, di Jakarta, Kamis (3/9/2020).

Erick mengatakan, pemerintah nantinya hanya akan menanggung biaya vaksin Covid-19 gratis bagi 93 juta masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Jumlah tersebut diperoleh dari data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sedangkan, untuk mengurangi tekanan APBN, pemerintah meminta asosiasi pengusaha mau mengajak anggotanya menyediakan vaksin gratis bagi karyawan perusahaan.

Dia menyebut harga bahan baku vaksin Covid-19 dari Sinovac pada tahun ini sebesar US$ 8 atau Rp 116.800 per dosis dan menjadi US$ 6- US$ 7 atau Rp 87.600-102.200 per dosis pada 2021. Sebagai perhitungan awal, vaksin ini seharga US$ 25-30 atau sekitar Rp 365-438 ribuan per orang.

Erick menambahkan, dalam waktu dekat pihaknya akan membentuk tim penilaian vaksin. Usulan tersebut dikoordinasikan Komite PCPEN dengan Satgas Penanganan Covid-19, Menteri Kesehatan, dan Menteri Riset, Teknologi dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional. Adapun, tim penilai vaksin ini akan berada di bawah Satgas Penanganan Covid-19.

Hal itu penting untuk menghindari anggapan bahwa vaksin ini jadi bahan yang diperdagangkan. Pemerintah jangan dianggap lebih mementingkan ekonomi, ketimbang kesehatan masyarakat.

“Jangan sampai nanti suudzon, vaksin ini jadi perdagangan yang menguntungkan sebagian orang. Inggris saja dalam pengadaan vaksinnya 4 kali lipat dari jumlah penduduknya. Kita dengan jumlah penduduk 273 juta, kita baru fokus dapatkan 70 persen dikurangi usia 18 tahun ke bawah yang memang secara vaksinnya belum diuji coba, tetapi daya tahan tubuh mereka masih sangat bagus. Bukan berarti generasi muda dikorbankan. Nanti ada lagi yang melintir nih, generasi muda dikorbankan,” pungkasnya.

Sementara terkait dinamika harga vaksin dia mengatakan, hal itu kembali ke masing-masing penjual, mengingat harga tersebut ditetapkan penjual. Meski begitu, pemerintah tidak memberikan vaksin yang termurah untuk masyarakat dengan skema gratis.

“Pemerintah hitung vaksin yang digratiskan yang paling murah, tidak juga. Negara dipastikan hadir untuk rakyat. Pemerintah dengan data yang baik akan menggratiskan untuk yang memerlukan, termasuk dokter, perawat, dan masyarakat yang membutuhkan berdasarkan data,” kata dia. (lk/*)

Komentar