William Guntur Sawaki : MRP Sebaiknya Dibubarkan, Jika Tidak Berjalan Sesuai Tugas Dan Fungsinya

Jurnalpatrolinews – Jayapura : Tugas MRP adalah memberikan pertimbangan, saran dan menyalurkan aspirasi, sehingga RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) yang dilakukan di lima wilayah adat diluar kewenangannya.

Penilaian tersebut disampaikan William Guntur Sawaki, anggota MRP periode 2011-2016 terkait penolakan RDPU di beberapa wilayah di Papua.

“Kalau kita lihat dari nomenklatur MRP, majelis itu kan sebenarnya tugasnya hanya memberikan pertimbangan, saran walaupun dibalik itu ada afirmasi, artinya bahwa pertimbangan yang diberikan seperti bentuk legislasi aturan oleh DPRP atau Pergub, Perdasi dan Perdasus, atau berbagai produk hukum lain yang dilahirkan di Provinsi Papua, yang keberpihakan kepada orang Papua,” jelasnya.

Dikatakan, jika MRP melakukan RDPU, berarti MRP melakukan sebuah kegiatan yang dibiayai untuk menampung aspirasi, dan itu tidak ada kewenangannya.

‘’Tugas MRP itu berkaitan dengan pertimbangan dan persetujuan, contohnya pertimbangan dan persetujuan terhadap pasangan calon gubernur dan wakil pada saat pilkada. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan perdasus, terus memperhatikan dan menyalurkan aspirasi,” sambungnya.

Kalau MRP melakukan RDPU, disinilah letak perbedaan konstruksi pemahamannya, bahwa kedudukan mereka hanya sebagai majelis bukan dewan, dan majelis itu hanya memberikan pertimbangan.

“MRP harusnya mengcounter pemerintah, kenapa dari MRP jilid pertama hingga sekarang tidak ada aturan pelaksana bagi UU Otsus. Sehingga pada akhirnya menempel dengan APBD, sehingga dari sisi pertanggungjawabannya susah, terus setelah sekian lama 20 tahun baru hari ini kita bilang Otsus gagal,” ujarnya.

“Otsus gagal bukan karena rakyat, Otsus gagal karena MRP, karena birokrat. MRP sebenarnya kerja apa sih? Coba lihat apa program mereka saat reses, apa perintah yang dilakukan lembaga kepada setiap anggota, tidak ada? Hasil dari reses juga mau dikemanakan, bingung” jelasnya.

Terkait adanya sejumlah pimpinan daerah menolak RDPU, kata Sawaki memang sudah seharusnya.

“Dan seharusnya semua pimpinan daerah menolak, kenapa menolak? Karena Otsus ini jika ingin diperbaiki tidak boleh dalam keadaan emosi, kalau mereka bilang Otsus ini bargaining dengan referendum itu salah,” katanya.

Referendum itu urusannya di PBB, tapi kalau Otsus itu hak dan tanggung jawab pemerintah berdasarkan resolusi 2504 tertanggal 19 November 1969 Papua itu sah menjadi bagian dari NKRI. Sehingga segala regulasi dan aturan hukum, berkaitan dengan hak dan tanggungjawab negara memberikan perlindungan dan mensejahterakan masyarakat itu kewenangan negara.

“Nah, kalau sekarang pemerintah mau melakukan revisi Otsus, kenapa takut? Kenapa musti minta pendapat (RDPU), kan negara punya kewenangan untuk membuat atau membentuk hal itu,” ujarnya.

Kalau mau jujur, kata Sawaki regulasi yang ada di UU Otsus ini tidak membantu menjembatani persoalan, karena cuma ada dibirokrat dan masyarakat menjadi objek, dari sisi aturan maupun penganggarannya itu tidak mendapat sentuhan, sehingga pemerintah harus melakukan revisi, supaya diciptakan jembatan emas menghubungkan antara objek dan fungsi pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah.

‘’Yang menjadi masalah adalah parameter apa digunakan untuk mengklaim bahwa Otsus itu berhasil atau tidak?, tegasnya, ditegaskan MRP ini produk Otsus, jika mereka paksa untuk bubarkan Otsus yah, MRP juga harus dibubarkan, karena mereka tidak memahami tugas dan fungsinya,” ujarnya.

“MRP ini sebaiknya dibubarkan saja, jika tidak berjalan sesuai tugas dan fungsinya, DNA kewajibannya. Masyarakat tidak salah, ini institusi yang mengemban tugas tidak melaksanakan dengan baik dan benar,” tegasnya.  (kbr mandala)

Komentar