JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah saat ini sedang mempercepat negosiasi untuk sejumlah perjanjian dagang internasional, termasuk Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
Meski negosiasi ini telah berlangsung selama beberapa tahun, kesepakatan akhir masih belum tercapai. Sebelumnya, pemerintah menargetkan penyelesaian perjanjian sebelum masa pemerintahan Presiden Jokowi berakhir, namun sampai saat ini prosesnya masih berlanjut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa beberapa perjanjian dagang menjadi prioritas, seperti dengan Uni Eropa melalui IEU-CEPA, serta negosiasi dengan Kanada dan Peru.
“Perjanjian-perjanjian ini terus didorong agar bisa dipercepat, terutama yang terkait pasar dalam negeri dan kerja sama dengan EU-CEPA, Kanada, dan Peru,” jelas Airlangga saat memberikan keterangan di Jakarta.
Di samping itu, Indonesia juga sedang memperkuat posisinya untuk menjadi anggota blok BRICS, setelah sebelumnya diakui sebagai salah satu dari 13 negara mitra.
Bersama Indonesia, negara-negara yang tergabung sebagai mitra BRICS termasuk Aljazair, Belarus, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Malaysia, Nigeria, Thailand, Turki, Uganda, Uzbekistan, dan Vietnam.
Indonesia juga menyatakan kesiapan untuk bergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), sebuah langkah yang bertujuan memperkuat posisi ekonomi Indonesia di kancah global.
Tak hanya itu, pemerintah telah mengajukan aplikasi untuk bergabung dalam Perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik yang Komprehensif dan Progresif (CPTPP). Partisipasi Indonesia dalam CPTPP diharapkan dapat membuka peluang kemitraan dagang yang lebih luas sekaligus mendukung peningkatan ekspor.
CPTPP sendiri merupakan kelanjutan dari Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) yang tidak disahkan karena mundurnya Amerika Serikat. Negara-negara yang tergabung dalam CPTPP meliputi Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam.
“Proses aksesi untuk BRICS, OECD, dan CPTPP ini terus diupayakan,” tambah Airlangga.
Meskipun upaya pemerintah untuk memperluas perjanjian dagang internasional cukup masif, ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan.
Salah satunya adalah risiko membanjirnya produk impor di pasar dalam negeri yang dapat mengancam pertumbuhan industri dalam negeri jika tidak diimbangi dengan kebijakan perlindungan sektor domestik.
Komentar