Punya Karyawan 50 Orang? Ada Jaminan Kredit dari Sri Mulyani!

JurnalPatroliNews – Jakarta,–Menteri Keuangan Sri Mulyani merevisi aturan mengenai skema penjaminan kredit modal kerja. Kini, kriteria pelaku usaha korporasi yang bisa mendapatkan jaminan diperluas.

Pelanggaran atas ketentuan tata kelola penjaminan pemerintah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.08/2021.

Aturan tersebut berisi tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.

Aturan sebelumnya, penjaminan kredit hanya diberikan kepada pelaku usaha yang menghasilkan devisa dengan mempekerjakan tenaga kerja minimal 100 orang. Kini dengan PMK 32/2021, pelaku usaha yang mempekerjakan minimal 50 orang juga bisa mendapatkan jaminan kredit dari pemerintah. Artinya pemerintah melonggarkan syarat penerima insentif.

“Dalam hal Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk dalam kategori sektor yang ditetapkan melalui surat Menteri, jumlah tenaga kerja sebagaimana yang dipersyaratkan pada ayat (4) minimal berjumlah 50 (lima puluh) orang,” seperti dikutip Pasal 4a PMK 32/2021, Senin (5/4/2021).

Selain itu, pelaku usaha korporasi yang bisa dijamin kreditnya merupakan yang terdampak pandemi Covid-19. Misalnya volume penjualan maupun laba mengalami penurunan, lokasi usaha termasuk wilayah yang berisiko, perputaran usaha bisnisnya terganggu dan atau kredit modal kerja sulit diakses oleh pelaku usaha.

Kriteria lainnya yang juga bisa dijamin pemerintah harus berbentuk badan usaha, merupakan debitur existing dan/atau debitur baru dari penerima jaminan, tidak termasuk dalam daftar hitam nasional.

Serta pelaku usaha yang ingin terjamin kreditnya harus memiliki performing loan lancar (kolektibilitas 1 atau kolektibilitas 2) posisi per tanggal 29 Februari 2020.

Kementerian Keuangan berharap, dengan adanya pelonggaran pengaturan penjaminan ini dapat mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit modal kerja kepada pelaku usaha korporasi.

Pasalnya, sampai saat ini, pandemi Covid-19 telah meningkatkan risiko usaha yang berdampak pada kesulitan kondisi keuangan pelaku usaha korporasi.

“Dengan adanya pelonggaran ketentuan pada skema penjaminan pemerintah ini diharapkan dapat membantu menjaga kondisi keuangan korporasi sekaligus turut membangkitkan sektor riil dan memberikan dampak ke aspek lainnya, seperti minimalisasi pemutusan hubungan kerja akibat pandemi,” jelas Kemenkeu dalam siaran resminya.

Adapun disebutkan dalam PMK 32/2021 Pasal 10 ayat (2) yang melakukan penugasan penjaminan pemerintah yakni Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Di mana LPEI berhak mendapatkan Imbal Jasa Penjaminan (IJP).

IJP yang dimaksud dibayarkan oleh pemerintah melalui menteri dengan ketentuan sebagai berikut:

– Pelaku usaha dengan nilai penjaminan Rp 5 miliar – Rp 50 miliar, IJP yang dibayarkan sebesar 100%.

– Pelaku usaha dengan nilai lebih dari Rp 50 miliar – Rp 300 miliar, IJP yang dibayarkan sebesar 100%.

– Pelaku usaha dengan nilai penjaminan lebih dari Rp 300 miliar – Rp 1 triliun, IJP yang dibayarkan bisa melalui dua ketentuan.

Pertama, sebesar 80% dan 20% dibayarkan oleh pelaku usaha untuk penjaminan yang diterbitkan pada periode 1 April 2021 – 31 Juli 2021.

Atau kedua, sebesar 70% dan 30% dibayarkan oleh pelaku usaha untuk penjaminan yang diterbitkan periode 1 Agustus 2021 – 17 Desember 2021.

“IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dihitung dengan formula, yaitu besaran IJP = tarif IJP x Nilai Penjaminan,” sebagaimana dikutip Pasal 10 ayat (3).

(cnbc)

 

Komentar