Komisioner Bawaslu Minut yang Ungkap Kasus Ijazah Anak Bupati Diberhentikan DKPP

Jurnalpatrolinews – Minut : Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Anggota Bawaslu Kabupaten Minahasa Utara, Rahman Ismail, dalam sidang pembacaan putusan sebanyak 11 perkara di Ruang Sidang DKPP, Rabu (16/12/2020) siang.

Majelis DKPP yang diketuai oleh Prof Muhammad menyimpulkan, Rahman Ismail, terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu dalam perkara nomor 114-PKE-DKPP/X/2020.

Perkara ini diadukan oleh Steny Wilberd Bokong, warga Minut dengan laporan bahwa teradu Rahman Ismail melakukan pengancaman akan menghilangkan nyawa istri pengadu, bernama Peggy Paruntu, seorang ASN di Pemkab Minahasa Utara, menghilangkan nyawa pengadu apabila belum berpisah dengan istri pengadu, menghilangkan nyawa mertua pengadu, dan mengancam istri pengadu jika tidak mengikuti keinginan teradu maka istri pengadu akan dipermalukan kepada teman-teman kantor ataupun teman-teman sepergaulan istri pengadu.

Dalam laporan, Steny menulis hubungan Rahman dan Peggy diketahui terjadi tahun 2013, dimana pengadu mendapati sebuah pesan di media (handphone BBM) milik Peggy.

Hubungan itu lalu terhenti dan dalam laporan berlanjut tahun 2014 sampai Februari 2020.

Dalam pertimbangan putusannya, DKPP menilai teradu Rahman Ismail terbukti menjalin hubungan dengan istri pengadu sementara masih terikat perkawinan yang sah menimbulkan kegaduhan sosial tidak dapat dibenarkan menurut hukum dan etika.

“Tindakan Teradu terbukti menimbulkan kegaduhan di lingkungan tempat tinggal pengadu, selain itu tindakan teradu juga menciptakan suasana tidak nyaman di tempat kerja saksi yaitu Pemkab Minahasa Utara. Sebagai penyelenggara pemilu seharusnya sikap dan tindakan teradu menjadi teladan bagi masyarakat untuk mewujudkan dan menjaga tertib sosial,” kata Ida Budhiati saat membacakan pertimbangan putusan.

Adapun Rahman Ismail merupakan Koordinator Divisi Pengawasan, Humas dan Hubal Bawaslu Minut dikenal memiliki track rekor baik dalam melakukan tugas kerja.

Hal itu ditegaskan Ketua Bawaslu Minut Simon Awuy ketika dipanggil DKPP sebagai pihak terkait pada sidang klarifikasi, awal November 2020.

“Teradu dalam mengerjakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan melakukan tugas secara luar biasa bahkan sampai dini hari,” ujar Simon Awuy.

Pada Pilkada Minahasa Utara, Rahman Ismail juga mengungkap kasus penggunaan legalisir palsu pada ijazah milik salah satu calon Bupati Minut, Shintia Rumumpe yang merupakan putri Bupati Minut Vonnie Anneke Panambunan.

Berdasarkan hasil verifikasi di lapangan, Rahman menemukan bahwa tandatangan pada legalisir ijazah milik Shintia, palsu.

Ini berdasarkan keterangan Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Timur yang membantah melegalisir ijazah tersebut.

Hasil temuan ini kemudian menjadi pembahasan di tingkat Bawaslu Minut lalu naik ke Sentra Gakkumdu sebagai temuan dugaan pelanggaran Pilkada.

Komisioner Bawaslu Minut Rahman Ismail memastikan akan melakukan upaya hukum terkait putusan DKPP ini.

Dalam petitum penjelasan Rahman Ismail, ia mengkritisi keputusan DKPP yang mengabaikan fakta hukum dalam aduan, termasuk juga terkait pemenuhan formil atas pengaduan yang diajukan oleh pengadu dimana dalam formulir Pengaduan FORM I-P/L DKPP yang diterima tersebut tidak memiiki nomor registrasi dan juga dalam formulir pengaduan FORM I-P/L DKPP yang diterima oleh teradu, formulir tersebut tidak ditandatangani oleh penerima pengaduan.

Rahman menjelaskan, pada faktanya bukti yang diajukan oleh pengadu tidak memuatkan bukti pengancaman yang dilakukan oleh teradu sebagaimana dituduhkan kepada teradu dalam dalil aduan.

Dalam hal ini pengadu seharusnya melampirkan bukti terhadap dalil yang dituduhkan kepada teradu atau ‘Actori Incumbit Probatio, Actori Onus Probandi (siapa yang mendalilkan, maka dia harus membuktikan).

Pengadu juga tidak melampirkan bukti terkait dengan pesan atau percakapan yang termuat dalam handphone sebagaimana tertuang dalam aplikasi Blackberry Massanger (BBM) seperti yang diadukan pengadu.

Rahman sebagai teradu juga meragukan keautentikan dari alat bukti foto.

Masih dalam petitum tersebut, Rahman Ismail menjelaskan, jika ditarik suatu kesimpulan hukum, terhadap dalil pengadu yang menuduh teradu melakukan pengancaman pembunuhan untuk melakukan perselingkuhan, seharusnya dalil tersebut harus gugur demi hukum, karena tidak ada bukti yang kongkrit dan relevan terkait dengan pengancaman pembunuhan untuk melakukan perselingkuhan.

Selain daripada itu apabila dihubungkan dengan uraian tentang perselingkuhan, maka isteri pengadu harusnya didudukan sebagai pihak yang melakukan perbuatan perselingkuhan tersebut, karena isteri pengadu adalah pelaku dari perselingkuhan sebagaimana yang dituduhkan pengadu kepada teradu, bukan didudukan sebagai saksi oleh pengadu, bahwa terhadap saksi yang akan diajukan oleh pengadu dalam hal ini merupakan isteri sah pengadu yang kemudian dalam dugaan perselingkuhan ini adalah sebagai pelaku utama maka oleh karena itu kesaksian ini harus ditolak dikarenakan:

  1. Kesaksian ini sangat berpotensi untuk terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) karena Saksi adalah pelaku sekaligus isteri sah pengadu dalam dugaan ini.
  2. Kesaksian ini bisa saja merupakan sindikat jahat antara pengadu dan isteri pengadu untuk membuat suatu kronologi yang memberatkan teradu sebagai pihak yang dilaporkan tanpa disertai bukti-bukti yang kuat.

“Begitu banyak tuduhan yang disangkakan kepada saya mulai dari merusak rumah tangga pengadu, perselingkuhan, hingga tuduhan pengancaman pembunuhan namun pengadu sama sekali tidak melakukan proses hukum dalam hal ini laporan ke kepolisian dan sama sekali tidak melampirkan bukti mengenai tuduhan yang disangkakan. DKPP tidak objektif dalam mengurai fakta persidangan dan masih dalam dugaan tapi sudah mengeluarkan putusan. Saya akan mengambil langkah hukum atas putusan DKPP ini,” tegas Rahman Ismail.

Sidang DPPK dipimpin oleh Ketua DKPP Prof Muhammad selaku Ketua Majelis.

Sedangkan posisi Anggota Majelis diisi oleh Prof Teguh Prasetyo, Didik Supriyanto SIP MIP dan Dr Ida Budhiati.

(Finda Muhtar)

Komentar