Perjalanan Melebihi Kecepatan Cahaya Dimungkinkan Secara Fisika

JurnalPatroliNews,–  Sebuah studi menawarkan gagasan pergerakan suatu warp drive yang melebihi kecepatan cahaya dan memungkinkan secara fisika. 

Semua materi di alam semesta tidak akan melebihi kecepatan cahaya sebagai konsekuensi dari teori relativitas umum Einstein. Ketetapan ini telah membatasi petualangan manusia di ruang angkasa. Salah satu kemungkinan yang populer untuk mengatasinya adalah dengan warp drive seperti yang sering dihadirkan dalam berbagai sajian fiksi ilmiah.

Meski demikian, ada alternatif lain yang tidak terpaku pada kecepatan dari materi sendiri. Di antaranya adalah dengan melengkungkan ruang waktu. Ini seperti melipat sebuah kertas yang menempelkan dua ujungnya yang awalnya berjauhan dengan cepat. Dalam keadaan tertentu, konsep ini memungkinkan para penjelajah antariksa bergerak melintasi jarak lebih cepat daripada kecepatan cahaya sendiri.

Dalam literatur fiksi ilmiah, pertunjukan, dan film, warp drive adalah jenis propulsi alternatif bagi roket konvensional saat ini. Memungkinkan sebuah pesawat ruang angkasa untuk melakukan perjalanan melebihi kecepatan cahaya. Atau, dengan membelokkan dan memodifikasi struktur ruang-waktu di sekitar pesawat.

Teori relativitas umum Einstein menyatakan bahwa sebuah benda tidak dapat berakselerasi dari yang terendah hingga melebihi kecepatan cahaya karena percepatannya akan membutuhkan energi yang tak terhingga. Tetapi ada sebuah peluang karena batas kecepatan Einstein hanya berlaku untuk benda-benda dalam ruang-waktu, bukan pada struktur ruang-waktu itu sendiri -yang dapat menekuk, mengembang atau menyusut dengan kecepatan berapapun.

Sampai saat ini, penelitian terbaru tentang kendaraan superluminal (lebih cepat dari cahaya) masih berdasarkan teori relativitas umum Einstein. Di mana akan membutuhkan sejumlah besar partikel hipotetis dan keadaan dari suatu materi yang memiliki sifat fisika eksotis, seperti kerapatan energi negatif. Namun, hingga saat ini jenis materi seperti ini tidak dapat ditemukan bahkan tidak dapat diproduksi dalam jumlah yang layak.

Mengapa energi negatif menjadi masalah besar? Kebutuhan akan energi negatif mengatasi beberapa masalah relativitas umum dari perjalanan yang lebih cepat dari cahaya. Memungkinkan ruang mengembang dan menyusut lebih cepat daripada cahaya, namun menjaga segala sesuatu dalam kelengkungannya dalam batas kecepatan universal.

Dalam sebuah studi terbaru oleh fisikawan Erik Lentz dari Göttingen University di Jerman, kita mungkin memilki peluang yang layak untuk mengatasi dilema tersebut.

Hasil penelitiannya telah diterbitkan di jurnal Classical and Quantum Gravity, seperti dikutip Ikons.

Soliton (warp bubble) adalah sejenis gelombang yang mempertahankan bentuk dan energinya, namun mampu bergerak dengan kecepatan konstan. Para peneliti menciptakan jenis baru dari soliton menggunakan sumber energi positif yang dapat memungkinkan perjalanan dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya.

Lentz menganalisis berbagai penelitian yang telah ada dan menemukan sebuah peluang dari studi tentang “warp drive” sebelumnya. Ia memperhatikan bahwa ada konfigurasi kelengkungan ruang-waktu yang belum dieksplorasi yang disusun menjadi soliton yang memiliki potensi sekaligus layak secara fisika. Ia menurunkan persamaan Einstein dan menemukan bahwa geometri ruang-waktu yang diubah dapat dibentuk bahkan dengan sumber energi konvensional.

Intinya, metode baru ini menggunakan struktur ruang dan waktu yang diatur dalam soliton untuk memberikan solusi bagi perjalanan yang lebih cepat dari cahaya, yang hanya membutuhkan sumber energi dengan kerapatan positif. Tidak diperlukan kepadatan energi negatif yang eksotis.

Jika energi yang cukup dapat dihasilkan, berdasarkan persamaan yang digunakan dalam penelitian ini akan memungkinkan perjalanan menuju berbagai lokasi di ruang angkasa. Misalnya perjalanan pulang pergi menuju Proxima Centauri seharusanya dalam puluhan atau ribuan tahun, dapat dicapai dalam beberapa tahun saja.

Selain itu, soliton dikonfigurasikan untuk menampung wilayah dengan gaya pasang surut minimal sehingga berlalunya waktu di dalam soliton sesuai dengan waktu di luarnya. Ini berarti tidak akan ada komplikasi dari apa yang disebut paradoks kembar. Di mana salah satu dari pasangan kembar yang melakukan perjalanan mendekati kecepatan cahaya akan lebih muda daripada kembarannya yang tinggal di Bumi.

Dengan energi yang cukup, konfigurasi soliton ini dapat berfungsi sebagai “warp bubble” mampu melakukan gerakan superluminal, dan secara teoritis memungkinkan objek melewati ruang-waktu sambil terlindung dari gaya pasang surut yang ekstrim.

“Energi yang dibutuhkan untuk perjalanan ini dengan kecepatan cahaya yang mencakup pesawat ruang angkasa dengan radius 100 meter berada di urutan ratusan kali massa planet Jupiter,” kata Lentz.

“Untungnya, beberapa mekanisme penghematan energi telah diusulkan dalam penelitian sebelumnya yang berpotensi menurunkan energi yang dibutuhkan hampir 60 kali lipat,” tambahnya.

Lentz saat ini sedang dalam tahap awal untuk menentukan apakah metode ini dapat dimodifikasi atau diperlukan mekanisme baru untuk menurunkan energi yang dibutuhkan terhadap apa yang saat ini memungkinkan.

(askara)

Komentar