Subsidi Rp 67 Triliun untuk Harga Gas Murah: Keuntungan Apa yang Didapatkan Negara?

JurnalPatroliNews – Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengalokasikan subsidi hingga Rp 67 triliun selama periode 2021-2024 untuk mendukung program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Kebijakan ini bertujuan memberikan harga gas yang lebih terjangkau bagi sektor industri tertentu.

Namun, Bahlil menekankan pentingnya mengoptimalkan manfaat ekonomi dari program ini agar tidak justru merugikan negara. Ia berharap adanya kompensasi berupa peningkatan penerimaan negara sebagai hasil dari subsidi tersebut.

Sebagai informasi, HGBT menetapkan harga gas sebesar US$ 6 per MMBTU untuk tujuh sektor industri, yaitu keramik, pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, kaca, dan sarung tangan karet.

“Selama 2021-2024, potensi pendapatan negara yang dikonversi menjadi HGBT mencapai Rp 67 triliun. Jangan sampai semua gas diberikan untuk HGBT tanpa memberikan pendapatan balik bagi negara,” ujar Bahlil saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (16/1/2025).

Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya sedang mengevaluasi usulan untuk menambah sektor industri penerima manfaat HGBT. Meski tujuh sektor saat ini dipastikan akan tetap menerima subsidi, pengusulan sektor baru memerlukan kajian ekonomi mendalam.

“Kalau sektor tambahan ingin ditambahkan, kami sedang menghitung keekonomiannya. Jangan sampai kita hanya memberi, tanpa dampak positif yang nyata,” tambahnya.

Bahlil menjelaskan bahwa subsidi ini seharusnya menghasilkan manfaat lain bagi negara, seperti melalui Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Ia berharap insentif ini dapat mendorong sektor industri yang menciptakan lapangan kerja dan memanfaatkan gas sebagai bahan baku utama.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menjelaskan bahwa saat ini ada 258 industri yang menerima harga gas subsidi hingga 2024, dengan fokus utama pada tujuh sektor utama.

“Usulan tambahan ini ada dua jenis, pertama sektor yang sama seperti sekarang, dan kedua sektor baru di luar itu. Namun, untuk yang di luar, kami masih menunggu arahan Presiden Prabowo Subianto,” ujar Dadan pada kesempatan terpisah.

Ia juga menekankan bahwa program ini akan terus memperhitungkan keberlanjutan penerimaan negara serta pasokan gas yang memadai bagi sektor penerima HGBT di tahun 2025.

“Perjanjian jual beli gas sudah ada, namun komposisi penerimaan negara dan kontraktor akan berubah seiring dengan penyesuaian HGBT,” ungkapnya.

Evaluasi program ini mencakup analisis keekonomian sektor yang saat ini menerima subsidi serta kemungkinan penambahan sektor baru. Langkah ini bertujuan memastikan kebijakan subsidi gas tetap efisien dan memberikan dampak maksimal bagi perekonomian nasional.

Komentar