Banjir Kalsel, Netty: Pemerintah Jangan Kambing Hitamkan Curah Hujan!

JurnalPatroliNews – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan menyampaikan, banjir bandang dahsyat yang terjadi di Kalsel akibat kerusakan hutan yang disebabkan oleh penambangan liar.

Ketua DPP PKS Netty Prasetiyani meyakini bahwa kerusakan lingkungan akibat penambangan menjadi penyebab banjir yang tak kunjung surut di Kalsel.

“Pemerintah jangan jadikan intensitas curah hujan sebagai kambing hitam. Penyebab utamanya adalah kerusakan lingkungan di hulu akibat lubang galian penambangan dan alih fungsi lahan untuk perkebunan sawit,” tegas anggota DPR itu dalam keterangan tertulis, Kamis (21/1).

“Oleh sebab itu, pemerintah jangan lepas tangan, karena persoalannya berawal dari kewenangan pemberian izin galian dan alih fungsi lahan,” lanjut Netty.

Berdasarkan laporan LAPAN, alih fungsi lahan terjadi secara signifikan selama 10 tahun terakhir sejak 2010-2020. Luas hutan primer berkurang 13 ribu hektare, hutan sekunder 116 ribu hektare, sawah 146 ribu hektare, dan semak belukar 47 hektare. Sedangkan lahan perkebunan bertambah 219 ribu hektare dengan 650 hektare-nya berada si Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito.

Dari hasil temuan tersebut, Netty memastikan jika banjir bandang itu disebabkan oleh kerusakan lingkungan.

“Bagaimana tidak banjir jika daerah serapan air makin berkurang karena alih fungsi lahan yang begitu masif tanpa mempertimbangkan keseimbangan alam. Setiap yang kita ambil dari alam, pasti alam akan meminta kembali dalam bentuk lain,” urainya.

Daridata yang dihimpun Walhi di Kalsel dari 3,7 juta hektar, hampir 50 persen sudah menjadi peruntukan izin tambang dan sawit.

“Bahkan, sampai tahun 2020 ada 814 lubang tambang di Kalsel baik masih aktif maupun sudah ditinggal tanpa reklamasi. Temuan ini saya yakin sudah jamak diketahui pemerintah tapi nihil eksekusi,” tandasnya.

Netty meminta pemerintah agar melakukan evaluasi proses perizinan galian tambang dan perkebunan sawit secara menyeluruh di Kalsel dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan.

“Lakukan evaluasi sebagai langkah antisipatif. Jangan menunggu bencana, baru ketar-ketir melakukan evaluasi. Pastikan setiap perizinan usaha telah melakukan analisis dampak lingkungan dan pertimbangan lain yang harus dipenuhi. Jangan sampai ada oknum yang memberi jalan singkat untuk pengusaha tapi mengorbankan masyarakat di kemudian hari,” tutupnya.

(rmol)

Komentar