Hagia Sophia: Turki Ubah Museum Ikonik di Istanbul Menjadi Masjid, Bangunan Berusia 1.500 Tahun Yang Semula Katedral

JurnalPatroliNews,– Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, pada Jumat (10/07), telah menandatangani dekrit yang menjadi dasar hukum perubahan status Hagia Sophia di Istanbul dari museum menjadi masjid.

Sebelumnya, pengadilan membatalkan status museum bangunan ikonik tersebut, yang memungkinkan situs budaya dunia ini dialihfungsikan menjadi masjid.

Bangunan berusia 1.500 tahun ini tadinya adalah katedral.

Katedral itu diubah menjadi masjid ketika Kekhalifahan Utsmaniyah (Kekaisaran Ottoman) merebut kota Istanbul pada 1453, namun diubah menjadi museum pada 1934.

Badan kebudayaan PBB, Unesco, pernah menyatakan, harus ada diskusi yang mendalam sebelum Hagia Sophia diubah menjadi masjid.

Perubahan status dari museum menjadi masjid diserukan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Hagia Sophia dibangun pada abad keenam atas perintah Kaisar Bizantium, Justinian I, bangunan tersebut merupakan katedral terbesar di dunia selama hampir 1.000 tahun.

Presiden Erdogan menyerukan agar Hagia Sophia diubah menjadi masjid selama kampanye pemilu tahun lalu.

Kelompok Islamis di Turki telah lama menyerukan agar bangunan itu dikonversi menjadi masjid, tetapi kelompok oposisi yang berhaluan sekuler menentang langkah itu.

Saat proposal perubahan status Hagia Sophia menjadi masjid diajukan, sejumlah pihak mengatakan keberatan.

Kepala Gereja Ortodoks Timur menentang langkah itu, seperti halnya pemerintah Yunani, rumah bagi jutaan pengikut Ortodoks.

Menteri Kebudayaan Yunani, Lina Mendoni, yang menuduh Turki menghidupkan kembali “sentimen nasionalis dan agama yang fanatik”, berkeras agar situs Warisan Dunia Unesco itu tidak diubah, tanpa ada persetujuan komite antarpemerintah.

Wakil Direktur Unesco, Ernesto Ottone Ramirez, dalam wawancara dengan surat kabar Yunani Ta Nea, mendukung usulan Yunani, dengan mengatakan diperlukan adanya persetujuan yang lebih luas.

Unesco -badan PBB yang membidangi pendidikan, keilmuan dan kebudayaan- telah menyurati pemerintah Turki tentang proposal tersebut, tetapi tidak menerima jawaban, kata Ernesto.

Seperti apa sejarah Hagia Sophia?

Bangunan kubah yang ikonik ini terletak di distrik Fatih di kota Istanbul, di sisi barat Selat Bosporus.

Kaisar Bizantium, Justinian I memerintahkan pembangunan katedral berukuran besar di Konstantinopel — ibu kota Kekaisaran Bizantium, yang juga dikenal sebagai Kekaisaran Romawi Timur— pada tahun 532.

Para ahli bangunan membawa bahan-bahan dari seluruh wilayah Mediterania untuk membangun katedral kolosal tersebut.

Setelah pembangunan katedral itu rampung pada 537, kota ini menjadi tempat kedudukan pimpinan gereja Ortodoks.

Upacara kenegaraan Kekaisaran Bizantium, seperti penobatan, dilangsungkan di bangunan tersebut.

Hagia Sophia menjadi rumah bagi Gereja Ortodoks Timur selama hampir 900 tahun, tetapi sempat dilarang pada periode singkat di abad ke-13, ketika tempat ini diubah menjadi Katedral Katolik Roma dibawah kontrol pasukan invasi dari Eropa selama Perang Salib Keempat.

Tetapi pada tahun 1453, Kekhalifahan Utsmaniyah di bawah Sultan Mehmed II menguasai Konstantinopel dan mengganti namanya menjadi Istanbul, sekaligus mengakhiri Kekaisaran Bizantium untuk selamanya.

Saat memasuki Hagia Sophia, Mehmed II berkeras untuk merenovasi dan mengubahnya menjadi masjid. Dia menghadiri salat Jumat pertama di gedung itu.

Para arsitek Utsmaniyah kemudian menghapus atau menutupi simbol-simbol Kristen Ortodoks di dalam bangunan itu dan menambahkan menara ke dalam strukturnya.

Sampai penyelesaian pembangunan Masjid Biru di Istanbul pada 1616, Hagia Sophia adalah masjid utama di kota tersebut, dan arsitekturnya mengilhami pembangunan Masjid Biru dan beberapa masjid lainnya di sekitar kota dan dunia.

Setelah berakhirnya Perang Dunia I pada 1918, Kekaisaran Utsmaniyah yang mengalami kekalahan, wilayahnya dipecah-pecah oleh negara-negara Sekutu sebagai pihak yang menang.

Namun, kekuatan nasionalis bangkit dan menciptakan Turki modern dari abu kekaisaran itu.

Pendiri Turki dan presiden pertama republik sekuler itu, Mustafa Kemal Ataturk, memerintahkan agar Hagia Sophia diubah menjadi museum.

Sejak dibuka kembali untuk umum pada 1935, tempat ini menjadi salah satu tempat wisata paling banyak dikunjungi di Turki.

Mengapa Hagia Sophia penting?

Karena bangunan bersejarah sudah berusia 1.500 tahun, Hagia Sophia memiliki makna keagamaan, spiritual, dan politik yang signifikan bagi kelompok-kelompok di dalam dan di luar Turki.

Kelompok-kelompok Islam dan umat Islam yang taat menuntut agar bangunan itu dikembalikan menjadi masjid, dan mereka telah memprotes isi undang-undang 1934 yang melarang praktik keagamaan di situs tersebut.

Presiden Erdogan telah menggaungkan tuntutan tersebut.

Dalam pidato kampanye menjelang pemilihan lokal tahun lalu, dia mengatakan “kesalahan sangat besar” mengubah Hagia Sophia menjadi museum.

Semenjak saat itulah, Erdogan dilaporkan meminta para pejabat terkait untuk mengetahui bagaimana mengubah fungsi bangunan bersejarah itu.

Kepala Gereja Ortodoks Timur, yang dikenal sebagai Ecumenical Patriarch of Constantinople, yang masih berbasis di Istanbul, Patriark Bartholomew I, Selasa (30/06) memperingatkan bahwa perubahan bangunan itu akan “mengecewakan jutaan orang Kristen” dan memecah belah dunia.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, memperingatkan setiap perubahan dalam status Hagia Sophia akan mengurangi kemampuannya “melayani umat manusia sebagai jembatan yang sangat dibutuhkan antara mereka yang berbeda keyakinan dan budaya”.

Pekan lalu, Duta Besar AS untuk Large for International Religious Freedom, Sam Brownback, telah meminta Turki agar membiarkan gedung itu berfungsi seperti semula.Presentational white space

Tetapi Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, berkeras bahwa Athena tidak memiliki suara dalam keputusan tersebut, karena gedung itu berada di wilayah Turki.

“Apa yang kami lakukan di negara kami, dan dengan properti milik kami, itu tergantung pada kami,” katanya kepada stasiun televisi Turki 24 TV. (BBC Indonesia)

Komentar