Kenapa ‘KASAL’ Tidak Di Undang Pada ‘RATAS Penegakan Hukum Dilaut’ Oleh Kemenkopolhukam..?

Diwilayah laut Teritorial, penyidiknya adalah Kepolisian RI sebagaimana yang diatur oleh UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara. Lalu diwilayah laut Yurisdiksi penyidiknya adalah TNI AL berdasarkan UU 32/2004 tentang TNI. Artinya seluruh wilayah laut Indonesia mulai dari wilayah laut Teritorial sampai dengan wilayah laut Yurisdiksi sudah ada institusi penyidiknya.

Itulah sebabnya bila Bakamla diberikan status Penyidik maka dilaut teritorial akan terjadi tumpang tindih kewenangan dengan Polri, sedangkan diwilayah laut yurisdiksi akan terjadi tumpang tindih kewenangan dengan TNI AL. Itulah sebabnya maka UU 32/2014 tentang Kelautan tidak memberikan status Penyidik kepada Bakamla.

Dengan demikian saran kedua ini sudah diperkirakan juga akan ditolak oleh KSAL, karena untuk memberikan kewenangan sebagai Indonesia Coast Guard kepada Bakamla itu cukup dengan membuat RPP tentang Pembentukan Coast Guard berdasarkan UU 17/2008 tentang Pelayaran, sedangkan bila Bakamla diberikan status sebagai penyidik akan mengakibatkan tumpang tindih kewenangan dengan Polri diwilayah laut terotial dan tumpang tindih kewenangan dengan TNI AL diwilayah laut yurisdiksi nasional.

Mengingat pada rapat itu salah satu peserta yang diundang rapat adalah Kepala Bakamla yang masih bersatatus Perwira tinggi Angkatan laut aktif, maka untuk mencegah terjadinya silang pendapat dengan KSAL,  maka KSAL tidak diundang untuk hadir dalam rapat itu. Ini menunjukan bahwa Bakamla yang dianggap lebih penting dari pada TNI AL.

Hal itu tentunya sudah diperkirakan sebelumnya karena sudah pasti KSAL akan menolak habis habisan saran dari Menkopolhukam untuk memberikan status penyidik kepada Bakamla, karena hal itu akan mengganggu pelaksanaan tugas TNI AL.

Saya sebagai purnawirawan TNI AL juga ikut bertanya tanya dalam hati, apakah Menkopolhukam dengan sengaja untuk merekayasa Bakamla untuk menggantikan TNI AL, atau Bakamla dibentuk untuk mengecilkan arti TNI AL ?

Wah kalau ini yang terjadi saya yakin semua personil TNI AL tidak akan rela TNI AL dikerdilkan hanya untuk membesarkan Bakamla. Sampai saat ini sebagian besar personil Bakamla adalah perwira TNI AL aktif, sehingga masih tunduk kepada hukum pidana militer, dimana mereka sewaktu waktu dapat ditarik balik masuk ke-struktur TNI AL. Kalau memang Bakamla ini dirancang untuk mengkerdilkan TNI AL, saya sarankan kepada KSAL untuk menarik semua personil TNI AL yang sekarang bertugas di Bakamla.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa saran yang disampaikan oleh Menkopohukam pada ratas yang dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2021 yang lalu dapat mengakibatkan :

Pertama, Presiden dapat diduga tertuduh sebagai pelanggar UUD45, dan melanggar UU 12/2011 tentang Pembentukan aturan Perundangan, yang dapat mengakibatkan kegaduhan politik.

Kedua, Terjadi tumpang tindih kewenangan antara Bakamla dan Polri di wilayah laut terittorial, dan tumpang tindih kewenangan antara Bakamla dan TNI AL diwilayah laut yurisdiksi nasional.

Ketiga, Kemungkinan terjadinya pengkerdilan TNI AL.

Jadi ? Saran dari Menkopolhukam itu tidak perlu dilaksanakan, kalau hanya untuk membentuk Indonesia Coast Guard sudah ada UU 17/2008 tentang Pelayaran dan untuk menjaga wilayah laut yursidiksi Nasional sudah ada TNI AL yang tidak akan mundur satu yard pun dalam menegakan hukum dan menjaga keamanan diwilayah laut yurisdiksi nasional.

Kekacauan dalam penegakan hukum dilaut ini mengakibatkan laut Indonesia berada pada status “high risk water” yang mengakibatkan tingginya nilai asuransi barang yang diangkut oleh kapal niaga melewati perairan Indoneisa. Hal mengakibatkan mahalnya harga barang yang sampai dimasyarakat.

Artinya saran Menkopolhukan inipun akibatnya tidak hanya ditanggung oleh Presiden tetapi juga oleh seluruh rakyat Indonesia.

Komentar