Krisis Pupuk Subsidi: Kebutuhan Petani 14,5 Juta Ton, Alokasi Cuma Segini!

Ia berharap pemerintah dapat memastikan pembayaran atas kelebihan penyaluran pupuk setelah audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Empat Tantangan dalam Penyaluran Pupuk Subsidi

Selain persoalan alokasi, Rachmad juga menyoroti beberapa kendala utama dalam distribusi pupuk subsidi, antara lain:

  1. Data Petani Tidak Akurat
    Pada 2024, sekitar 3 juta petani terindikasi tidak menebus pupuk subsidi. Pemerintah kini memperbaiki sistem dengan memperbolehkan pembaruan data RDKK setiap empat bulan serta melakukan audit berkala terhadap penerima subsidi.
  2. Pengurangan Komoditas yang Disubsidi
    Sejak 2022, jumlah komoditas yang berhak mendapatkan subsidi berkurang dari 70 menjadi hanya 9 jenis. Perubahan ini menimbulkan kebingungan di kalangan petani, sehingga diperlukan sosialisasi yang lebih luas.
  3. Salah Persepsi Soal Harga Eceran Tertinggi (HET)
    Banyak petani mengira HET adalah harga yang mereka bayarkan langsung, padahal HET yang ditetapkan pemerintah adalah harga di tingkat kios. “Sosialisasi terus kami lakukan agar petani memahami bahwa HET yang dimaksud adalah harga di kios, bukan harga yang mereka terima langsung,” jelas Rachmad.
  4. Kurangnya Pengawasan dan Administrasi
    Minimnya anggaran untuk Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) membuat pengawasan menjadi lemah. Namun, Pupuk Indonesia bekerja sama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dan telah menindak tegas distributor yang menyalahi aturan.

“Sepanjang 2024, sudah ada tujuh distributor yang kami berhentikan dan beberapa lainnya dalam tahap pembinaan,” ujarnya.

Rachmad berharap Komisi IV DPR RI dapat membantu mempercepat sosialisasi kepada petani, terutama terkait pemahaman tentang HET dan kebijakan baru terkait pupuk subsidi.

“Kami mengharapkan dukungan DPR untuk menyebarluaskan informasi kepada petani agar mereka lebih memahami aturan yang berlaku,” tutupnya.

Komentar