JurnalPatroliNews – Hari Buruh Internasional atau May Day yang tiap tahun diperingati setiap tanggal 1 Mei dinilai telah bergeser jauh dari makna awalnya.
Di Indonesia, peringatan yang dulunya sarat dengan semangat perjuangan kelas pekerja kini kerap dianggap sekadar acara seremonial yang kehilangan substansi.
Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciamis, Lutfil Aziz, menyayangkan bahwa momentum bersejarah ini justru berubah menjadi panggung simbolik tanpa daya dorong nyata terhadap perubahan nasib buruh.
“May Day kini lebih menyerupai panggung elitis ketimbang ruang perjuangan. Esensi sebagai alat perlawanan buruh terhadap ketimpangan struktural kian memudar,” ujar Lutfi, dikutip dari RMOLJabar, Kamis (1/5/2025).
Ia juga mengkritisi tren peringatan May Day yang belakangan lebih banyak diwarnai hiburan massal, kampanye politik, dan kegiatan formalitas tanpa arah perjuangan nyata. Dalam pandangannya, ini adalah pengkhianatan terhadap sejarah gerakan buruh yang sarat dengan perlawanan dan pengorbanan.
Lutfi menyoroti kebijakan ketenagakerjaan yang menurutnya lebih berpihak pada kepentingan pemodal. Ia menilai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah melemahkan posisi buruh secara sistematis.
“UU Cipta Kerja adalah cerminan keberpihakan negara pada kepentingan investor. Aturan ini memperluas praktik kontrak, memperkuat sistem outsourcing, dan mengikis perlindungan pekerja,” ungkapnya.
Fenomena ini, lanjut Lutfi, juga dirasakan di daerah seperti Ciamis. Banyak buruh di sektor-sektor seperti industri kecil, usaha rumahan, dan pertanian masih jauh dari kesejahteraan layak.
“Rendahnya upah, keterbatasan jaminan sosial, serta minimnya pelatihan keterampilan masih menjadi problem utama bagi para pekerja di akar rumput,” jelasnya.
Ia pun mendorong pemerintah daerah agar lebih aktif mengambil peran, termasuk menggandeng kampus dan lembaga riset untuk menghasilkan kebijakan berbasis data tenaga kerja yang akurat dan aplikatif.
HMI, kata Lutfi, menilai bahwa perjuangan kaum buruh tidak boleh dibebankan hanya kepada pekerja. Peran mahasiswa dan masyarakat sipil juga sangat vital dalam menciptakan solidaritas melawan ketidakadilan sosial.
“May Day adalah momentum kesadaran kolektif. Ini bukan hanya soal buruh, tapi soal seluruh rakyat yang peduli pada keadilan sosial,” pungkasnya.
Komentar