Pak Anies ! Jangan Kasih Kendor, Usir Penjajah dari Graha Cempak Mas

Itu sebabnya Perkara 510/PDT.G/2013/PN.JKT.PST jo 54/PDT/2015/PT.DKI jo 100K/PDT/2017  dengan Putusan Inkrach GUGATAN DITOLAK (selanjutnya disebut Perkara Lama), oleh Herry Wijaya dkk (oknum PT Duta Pertiwi Tbk) digugat kembali dengan Perkara Baru 16/PDT.G/2018/PN.JKT.PST jo 685/PDT/2019/PT.DKI jo 1335K/PDT/2021 dengan Putusan GUGATAN DIKABULKAN.

“Ini artinya Putusan PERKARA BARU justru melanggar UU, PP dan PERGUB. Perkara jelas-jelas nebis in idem. Perkara kedaluwarsa, yang digugat ibaratnya sudah dikuburan, karena sudah ada tiga kali pergantian pengurus. Perkara dengan penggugat tidak punya legal standing.   Kalau saya Ketua MA, sudah saya pecat itu hakim-hakim yang main-main”, demikian Justiani dari KATAHUKUM (KAwalnawaciTA bidang HUKUM) menjelaskan kekecewaan nya kepada Institusi Hukum tertinggi yakni MA RI.

Lebih aneh lagi. September 2021, PTUN dalam Putusan 56/G/2021/PTUN.JKT jo 240/B/2021/PT.TUN.JKT menyatakan untuk membatalkan SK Dinas PRKP Provinsi DKI Jakarta Nomor 591 dan 592 tahun 2020 tentang Pencatatan dan Pengesahan AD ART  dan Kepengurusan Tony Soenanto hasil RUALB Pergub, dengan alasan persoalan masih dalam proses peradilan perdata. Sekarang Gub/DPRKP dalam proses Kasasi.

“Apapun putusan Kasasi TUN, warga GCM wajib mengadakan RUALB sebagaimana yang sudah dikerjakan sebelumnya. Apakah akan mengulang-ulang proses yang sama, mau sampai kiamat seperti ini?  Sedangkan Gubernur DKI dan DPRKP DKI yang menegakkan UU20/2011 sampai Pergub dan didukung puluhan surat Kementerian/Lembaga Negara bisa kalah oleh Mafia Rusun yang tidak memiliki legal standing. Maka Langkah Gubernur Anies sangat tepat, biarkan anjing menggonggong kafilah tetap berlalu”, demikian Leo Phunizar yang memimpin warga berhasil baliknama SHGB sehingga nama PT Duta Pertiwi Tbk dicoret dari SHGB dan SHM Unit-unit.

“Diskresi yang dibuat oleh Gubernur Anies berupa Pergub, dalam upaya menyelesaikan soalan rusun di DKI, sebagai amanat UU20/2011, wajib dihormati oleh Majelis Hakim MA, agar putusan hukum tidak bertentangan dengan UU, PP dan Pergub. Putusan mengabulkan gugatan pihak yang tidak memiliki legal standing, apalagi mengalahkan pengurus (para tergugat) yang sudah di kuburan (demisioner) adalah absurditas hukum, karena ranahnya bukan hukum waris, pergantian pengurus tiap tiga tahun melalui musyawarah warga (RUTA) sehingga putusan itu kedaluwarsa”, demikian Bob Hasan, SH. , MH., Ph.D selaku Kuasa Hukum dari P3SRS GCM.

Justiani dari KATAHUKUM sedang mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo untuk melakukan screening ulang para Hakim sebagaimana yang dilakukan di Mexico, dengan cara mengundang semua perkara yang dialami masyarakat untuk dilaporkan apabila terindikasi mabok uang atau mabok kekuasaan.

“Tidak ada salahnya bikin Mahkamah Rakyat Indonesia dengan melibatkan pakar Hukum dari semua Universitas dan Praktisi bahkan rakyat juga, untuk melakukan RE-EXAMINASI Putusan-Putusan Peradilan, kalau Pendidikan dan Kesehatan ada Yayasan Swasta maka bidang hukum juga libatkan rakyat, bukan monopoli negara. Ini kan negara demokrasi”, ujarnya tegas. (***)

Komentar