Pembacaan Putusan Sidang, MK Tolak Gugatan Kivlan Zen soal UU Senjata Api

JurnalPatroliNews – Jakarta,  Mahkamah Konstitusi ( MK) tak menerima permohonan pengujian Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api yang dimohonkan Kivlan Zen.

Majelis Hakim menyebut permohonan gugatan Kivlan kabur sehingga tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut.

“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Majelis Hakim Anwar Usman saat membacakan putusan dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, dipantau melalui siaran YouTube MK RI, Rabu (22/7/2020).

Menurut Mahkamah, Kivlan tak dapat menjelaskan korelasi antara pasal yang dipersoalkannya dengan kerugian konstitusional yang ia alami sebagai terdakwa kasus kepemilikan senjata api ilegal.

Kivlan hanya menguraikan kasus pidana yang ia alami, seperti pembocoran isi berita acara pemeriksaan (BAP), dugaan pelanggaran hak dirinya dalam melakukan demonstrasi, hingga argumentasi belum disahkannya norma UU 12/drt/1951 oleh DPR.

Mahkamah menilai, Kivlan juga sama sekali tak menyampaikan argumentasi tentang pertentangan antara Pasal 1 Ayat (1) UU 12/drt/1951 dengan pasal-pasal UUD 1945 yang menjadi dasar dalam pengujian.

Oleh karenanya, Mahkamah tak dapat memahami alasan gugatan Kivlan jika dikaitkan dengan permintaan yang ia sampaikan dalam gugatan.

“Mahkamah tidak dapat memahami alasan permohonan pemohon jika dikaitkan dengan petitum permohonan yang meminta agar pasal yang diuji konstitusionalitasnya bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,” ujar Hakim Arief Hidayat.

Sebelumnya diberitakan, terdakwa kasus kepemilikan senjata api ilegal Kivlan Zen mengajukan permohonan pengujian Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kivlan meminta MK mencabut Pasal 1 Ayat (1) UU tersebut karena bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1), dan Pasal 28I Ayat (2) Undang-undang Dasar 1945.

“Mahkamah dapat menyatakan norma Pasal 1 Ayat (1) UU darurat 12 Tahun 1951 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sehingga harus dibatalkan,” kata Kuasa Hukum Kivlan Zen, Tonin Tachta Singarimbun, saat membacakan permohonan dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (13/5/2020).

Adapun Pasal 1 Ayat (1) UU 12 Tahun 1951 berbunyi, “Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun”.

Dengan adanya pasal tersebut, Kivlan menilai bahwa dirinya telah didiskriminasi dalam kasus dugaan kepemilikan senjata api.

“Norma Pasal 1 Ayat (1) UU darurat Nomor 12 Tahun 1951 tidak memberi perlindungan kepada pemohon (Kivlan Zen) dari diskriminatif,” kata Tonin.

Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen didakwa menguasai empat pucuk senjata api ilegal dan 117 peluru tajam.

Empat pucuk senpi ilegal itu yakni senpi laras pendek jenis revolver merek Taurus kaliber 38 milimeter seharga Rp 50 juta dan senpi laras pendek jenis mayer warna hitam kaliber 22 milimeter seharga Rp 5,5 juta.

Kemudian, senpi laras pendek jenis revolver kaliber 22 milimeter seharga Rp 6 juta dan senpi laras panjang rakitan kaliber 22 milimeter dengan harga Rp 15 juta.

Senpi itu dibeli oleh orang suruhan Kivlan.

“Perbuatan terdakwa bersama saksi-saksi telah menguasai senjata api tanpa dilengkapi dengan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang,” ujar jaksa Fahtoni membacakan surat dakwaan.

Kivlan didakwa dengan dua dakwaan. Dakwaan pertama, Kivlan dinilai melanggar Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12/drt/1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara dakwaan kedua, Kivlan didakwa melanggar Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12/drt/1951 juncto Pasal 56 ayat 1 KUHP.

(lk/*)

Komentar