Pemprov Jawa Barat Ciptakan Santri Produktif Melalui One Pesantren One Product (OPOP)

Jurnalpatrolinews – Bandung : Selama ini, sebagian besar pesantren di Provinsi Jawa Barat belum mampu mandiri secara ekonomi untuk membiayai operasional maupun pengembangan sarana dan prasarana pesantren. Masalah itu diatasi oleh Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi Jawa Barat menginisiasi inovasi One Pesantren One Product (OPOP).

Program ini adalah pemberdayaan (enablingempowering, dan protecting) kemandirian ekonomi pesantren melalui penciptaan produk unggulan dan pengembangan koperasi, serta usaha yang dilakukan para santri.

Inovasi ini menekan kemungkinan penutupan pesantren, serta aktivitas urbanisasi yang akan menimbulkan kesenjangan pendapatan masyarakat kota dan pedesaan yang semakin lebar. “Alhamdulillah, kita launching One Pesantren One Product, dimana dalam setahun terdapat lima tujuan. Yang pertama pemerataan ekonomi dan kemandirian, kemudian santri itu memiliki skill bisnis, ujung-ujungnya indeks pembangunan manusia (IPM) naik, dan ada kolaborasi,” ujar Gubernur Provinsi Jawa Barat Ridwan Kamil dalam presentasi dan wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2020, secara virtual beberapa waktu lalu.

OPOP dilaksanakan dengan konsep pentahelix yang melibatkan peran pemerintah, masyarakat, akademisi, pengusaha, dan media. Dalam implementasinya, OPOP dilaksanakan melalui kompetisi rencana usaha yang memperhatikan pemerataan dan masif, komprehensif dan sistematis, integratif, serta berkelanjutan. Pemilahan peserta, dimulai saat pendaftaran melalui metode self assessment, dengan kategori start up dan scale up. Seleksi perencanaan usaha tersebut dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yakni seleksi administrasi, audisi tahap I (tingkat kecamatan), tahap II (tingkat kabupaten/kota), dan tahap III (tingkat provinsi).

Gubernur yang akrab disapa Kang Emil ini menambahkan, pemerintah provinsi memiliki tugas untuk menghadirkan market intelligence. “Supaya dapat diketahui barang yang laku itu apa, dibeli oleh siapa, dan kemudian dicarikan pesantren untuk memproduksi,” ungkap Kang Emil.

Selain memberikan kemampuan dalam bidang usaha, OPOP juga memberikan peluang pemasaran yang luas dengan menyediakan pembeli (offtaker) bagi produk unggulan pesantren. Sebelum adanya inovasi ini, pesantren diam di tempat. Namun, setelah dilaksanakan pada tahun 2019, sebanyak 1.074 pesantren memiliki unit usaha dan produk unggulan. Pesantren tersebut tersebar di 27 kabupaten/kota.

“Omzet produk pesantren OPOP terbaik tingkat provinsi yakni dari 50 jutaan rupiah sekarang naik 128.800 juta rupiah dalam waktu satu tahun, yang dulunya hanya laku di desanya sekarang laku secara nasional, produk yang tadinya hanya 542 sekarang naik dua kali lipat di 1.074 produk. Santri yang kerja tadinya hanya tiga orang sekarang naik menjadi enam orang,” jelas Kang Emil.

Kang Emil mengatakan, dampak positif lainnya yakni beberapa pesantren tidak lagi menarik biaya kepada orang tua santri, dan selama pandemi Covid-19 pemasukan pesantren juga bertambah. “Selama Covid-19 pesantren ini berlipat-lipat income-nya, karena fokus di produk pertanian jadi yang tidak terpengaruh oleh Covid-19 adalah agrikultur, sedangkan yang paling banyak terdampak itu adalah jasa dan industri,” tuturnya.

Untuk kedepannya, Kang Emil berharap semua pesantren yang ada di Provinsi Jawa Barat memiliki unit ekonomi, unit bisnis, serta negara hadir untuk membina dan memasarkan. “Karena relasi di Provinsi Jawa Barat banyak keluar negeri maka kita juga melakukan pemasaran sampai luar negeri,” tutupnya.

Komentar