Penasehat Hukum 3 Terdakwa Proyek Irigasi Sepatin, Minta Kliennya di Bebaskan, Ini Alasannya..!

JurnalPatroliNews – Samarinda,– Penasihat Hukum (PH) 3 terdakwa Proyek Irigasi Tambak di Desa Sepatin dalam persidangan meminta kepada Majelis Hakim agar ketiga terdakwa untuk di bebaskan dari jeratan hukum.

Sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada Proyek Peningkatan Irigasi Tambak Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kutai Karta Negara (Kukar), Kaltim, tahun anggaran 2014 ini kembali di lanjutkan di Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri Samarinda, Senin (21/06/21) kemarin.

Agenda sidang kali ini diketuai Joni Kondolele, di dampingi Hakim Anggota Lucius Sunarno, dan Ukur Priyambodo, memasuki pembacaan nota pembelaan (Pledoi) terhadap 3 orang terdakwa, yang sebelumnya mereka dituntut JPU Kejari Kukar.

Informasi yang berhasil diperoleh media ini bahwa ketiga orang terdakwa tersebut antara lain Meladi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Terdakwa Amiruddin selaku Direktur PT Akbar Persada Indonesia, dan terdakwa H. Muhammad Thamrin selaku Pelaksana Kegiatan (Pekerja) Proyek Peningkatan Irigasi Tambak Desa Sepatin.

Dalam Pledoinya, Sabrianto Penasihat Hukum (PH) terdakwa Maladi pada intinya memohon hukuman seringan-ringannya terhadap kliennya kepada Majelis Hakim.

Sebelumnya, PH Meladi menyampaikan sebagaimana yang di lihat dalam persidangan proyek ini sudah salah dari perencanaan.

Menurutnya, tidak mungkin dilaksanakan tanpa kajian mendalam, karena berada di dalam kawasan hutan produksi. Karena itu ia meminta agar supaya JPU tidak berhenti pada terdakwa saja dalam kasus ini.

“Karena banyak pihak yang terlibat dalam pekerjaan ini yang merugikan negara, dan mendapat keuntungan, namun belum tersentuh oleh hukum. Kami juga memohon Mejelis Hakim yang memeriksa kasus ini dapat memberikan hukuman yang seringan-ringannya kepada terdakwa, mengingat usia terdakwa sudah senja dan sebagai tulang punggung keluarga,” jelasnya.

Menurut Jumintar Napitupulu, PH terdakwa Amiruddin dalam pledoinya mengatakan, berdasarkan keterangan saksi Abdul Salam tim pelaksana di lapangan di dampingi saksi H. Muhammad Thamrin dalam berkas terpisah, menyatakan pekerjaan telah selesai 100 persen sesuai kontrak.

“Posisi PT. Akbar Persada Indonesia, hanya pinjam pakai untuk Peningkatan Irigasi Tambak Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kukar tahun anggaran 2014,” sebutnya.

Berdasarkan keterangan terdakwa Amiruddin, saksi H. Muhammad Thamrin dan H. Hamzah meminjam pakai perusahaan terdakwa untuk mengikuti lelang tersebut, dan terdakwa di janjikan fee apabila menang lelang.

Berdasarkan keterangan Irma Juliani Zulkarnain karyawati Bank Kalimantara Cabang Tenggarong, yang mencairkan uang dari PT Akbar Persada Indonesia dengan membawa cek atas nama Sina Sari dan Hamzah sebanyak lima kali transaksi pencairan dengan total Rp8.018.000.000,-

Berdasarkan fakta-fakta persidangan, PH terdakwa kemudian memohon agar Majelis Hakim memberikan pertimbangan menyatakan terdakwa Amiruddin Bin Bonang tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan JPU Primer Pasal 2 Junto Pasal 18, Subsider Pasal 3 Junto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor.

“Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan Penuntut Umum,” sebutnya.

PH terdakwa juga menyebutkan, jika Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya bagi terdakwa.

Imelda Hasibuan PH terdakwa H. Muhammad Thamrin yang mendapat kesempatan terakhir membacakan pledoi, menyampaikan fakta-fakta hukum di persidangan, Pencairan sebanyak dua kali pencairan ke PT Akbar Persada Indonesia.

Pertama pada 13 Oktober 2014, pembayaran uang muka proyek senilai Rp1.817.146.000,- dan 23 Desember 2014 untuk tagihan fisik dan retensi senilai Rp7.268.584.000,- yang mengajukan permohonan pembayaran, terdakwa Amiruddin selaku Direktur PT Akbar Persada Indonesia.

“Bahwa dari semua alat bukti surat dan petunjuk yang di buktikan di muka persidangan, mulai dari dokumen perencanaan, pelaksanaan, hingga pencairan secara administratif, formil maupun materil satu pun tidak ada yang menunjukkan kewenangan atau pun keterlibatan atas nama terdakwa H. Muhammad Thamrin Bin H Pattawe, atau pun bertanda tangan dalam semua dokumen Proyek Kegiatan Peningkatan Irigasi Desa Sepatin, Kabupaten Kukar, dalam pelaksanaan pekerjaan Peningkatan Irigasi Tambak Desa Sepatin, melainkan kapasitas terdakwa hanya sebagai pekerja di lapangan,” sebut Imelda.

Tuntutan JPU, Lanjut Imelda membebankan terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp8.785.730.000,- adalah tidak relevan tanpa di dasari minimal dua alat bukti, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHPidana.

PH terdakwa kemudian menyebutkan, karena seluruh unsur-unsur Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang didakwakan JPU sebagaimana dakwaan Primer dan dakwaan Subsider tidak terbukti, selanjutnya ia menyampaikan permohonan kepada Majelis Hakim agar berkenan memberikan putusan, menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana sebagaimana di dakwakan dalam surat dakwaan JPU.

“Membebaskan terdakwa dari dakwaan Primer dan dakwaan Subsider (Vrijspraak), memulihkan segala hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan serta harkat martabatnya,” sebut Imelda yang berduet dengan Sunariyo membela terdakwa H Muhammad Thamrin dalam persidangan.

Usai para PH terdakwa membacakan pledoinya, para terdakwa kemudian dipersilahkan Ketua Majelis Hakim untuk menyampaikan pledoi pribadinya.

Terpisah, menyikapi kasus ini Muhammad Nun, keluarga dari terdakwa H. Huhammad Thamrin angkat bicara, “Saya berharap kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini, sebagai wakil Tuhan dimuka bumi untuk bertindak seadil-adilnya, karena saya melihat kasus yang menjerat keluarga saya ini banyak kejanggalan, diduga kuat H. Muhammad Thamrin hanya dijadikan Kambing Hitam, dalam kasus ini,” ujar Pemerhati petani di Kaltim ini.

“Kenapa saya katakan sebagai Kambing Hitam untuk di tumbalkan , hal ini sesuai fakta yang terungkap di persidangan sebagaimana yang di uraikan PH terdakwa, kasus ini nampaknya sangat dipaksakan oleh JPU,” katanya.

“Saya akan menuntut keadilan dan akan melaporkan oknum penyidik yang menangani kasus ini, yang diduga kuat memaksakan keluarga saya sebagai terdakwa baik ke Presiden Republik Indonesia, Mahkamah Agung Republik Indonesia maupun ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, dan lain-lain, tentunya dengan bukti-bukti baru (Novum), diluar tugas PH untuk melakukan banding jika putusan Majelis Hakim kurang/ tidak memuaskan,” tegasnya.

Lanjut Muhammad Nun, banyak fakta yang terungkap di persidangan terkait tudingan tuntutan JPU tentang keterlibatan keluarga saya dalam kasus ini, menurut analisa kami tidak cukup 2 alat bukti untuk menjerat H. Muhammad Thamrin.

“Kami duga kasus ini sangat dipaksakan semacam kasus pesanan, Ironisnya aktor intelektual dalam kasus ini tidak tersentuh hukum, siapa aktor intelektuanya itu disini masih kami rahasiakan,” papar mantan Aktivis dan pemerhati petani ini.

“Intinya kami akan kawal kasus ini hingga tuntas, agar adanya keadilan yang seadil-adilnya terhadap para tersangka, guna menjaga marwah hukum di NKRI tetap menjadi panglima tertinggi sebelum pengadilan akhirat,” imbuhnya.

“Kasus ini bisa menjadi terauma bagi petani di seluruh Indonesia untuk menerima bantuan dari pemerintah kalau tidak hati-hati, dan ini menjadi bias para petani untuk menerima bantuan selanjutnya, lantaran kasus ini menjadi bukti sudah ada patani di jadikan terdakwa duduk dikursi pesakitan,” tambahnya,”

“Kami yakin dan percaya kepada Majelis Hakim yang akan mengadili perkara ini mudah-mudahan bisa menjaga marwah hukum, dan amanah, untuk memutuskan terdakwa bersalah atau pun tidak, untuk mengadili para terdakwa dengan seadil-adilnya, disamping itu kasus ini menjadi pelajaran semua pihak agar jangan menjadi presiden buruk dunia hukum di Wilayah Kesatuan Republik Indonesia,” pungkasnya.

(*/red)

Komentar