PK Ditolak, Johnny Plate Tetap Jalani Hukuman 15 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi BTS 4G

JurnalPatroliNews – Jakarta – Upaya hukum terakhir yang diajukan oleh mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Gerard Plate, kandas di tangan Mahkamah Agung. Permohonan peninjauan kembali (PK) dalam kasus korupsi proyek pengadaan infrastruktur BTS 4G Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Kominfo periode 2020–2022 resmi ditolak.

Putusan PK dengan Nomor 919 PK/PID.SUS/2025 itu dikeluarkan pada Jumat, 9 Mei 2025 oleh majelis hakim yang diketuai Surya Jaya, serta dua anggota, Agustinus Purnomo Hadi dan Sutarjo. Hasilnya hanya satu kata: “Tolak.”

Keputusan ini membuat Johnny Plate tetap harus menjalani vonis sebagaimana telah ditetapkan pada putusan kasasi sebelumnya.

Mahkamah Agung sebelumnya juga menolak permohonan kasasi Plate pada Selasa, 9 Juli 2024. Dalam putusan kasasi bernomor 3448 K/Pid.Sus/2024, MA menguatkan hukuman terhadap mantan menteri tersebut, dengan sedikit penyesuaian terkait barang bukti – yakni satu unit mobil Land Rover dengan nomor polisi B-10-HAN yang dirampas untuk negara dan dihitung sebagai kompensasi terhadap pidana tambahan berupa uang pengganti.

Vonis terhadap Johnny Plate pertama kali dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 8 November 2023. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 12 Februari 2024, yang memvonis Johnny dengan hukuman penjara selama 15 tahun dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Majelis hakim banding kala itu juga menaikkan besaran uang pengganti yang wajib dibayar, dari semula Rp15,5 miliar menjadi Rp16,1 miliar ditambah 10.000 dolar AS, dengan ancaman tambahan pidana lima tahun penjara jika tidak dibayar.

Johnny Plate terbukti secara sah terlibat dalam praktik korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga mencapai Rp8,032 triliun. Ia dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001), serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Komentar