Keempat, Dharmawan juga mengkritik kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang seharusnya lebih proaktif dalam mengantisipasi dampak terhadap nelayan dan kelangsungan ekosistem.
“Apakah fungsi KKP kalau proyek besar di laut dibiarkan begitu saja tanpa informasi yang jelas di lapangan?” tanyanya.
Dharmawan mendesak Presiden untuk turun tangan, melakukan evaluasi terhadap semua pihak terkait, termasuk Menteri KKP dan Pangkoarmada I. Ia menilai pengawasan terhadap proyek ini telah gagal, dan hal ini berpotensi merugikan rakyat serta mengancam kedaulatan negara.
“Presiden harus memanggil mereka dan bertanya mengapa pagar sepanjang 30 kilometer ini bisa dibangun tanpa sepengetahuan kita. Ini bukan urusan sepele, karena berhubungan langsung dengan kepentingan rakyat dan kedaulatan negara,” tegas Dharmawan.
Dharmawan juga mengingatkan potensi konflik sosial yang bisa timbul jika pemerintah tidak segera memberikan kejelasan. Nelayan yang kehilangan akses ke lahan penangkapan ikan mungkin akan mencari alternatif mata pencaharian, sementara ketidakjelasan status proyek ini bisa menambah keresahan.
“Jika pemerintah tidak segera memberikan kepastian, konflik horizontal bisa terjadi,” tambahnya.
Persaudaraan Tani Nelayan Indonesia (Petani) berjanji akan terus mengawal perkembangan kasus ini. Organisasi yang mewadahi petani dan nelayan tersebut siap berkoordinasi dengan akademisi dan pemerhati lingkungan untuk menuntut transparansi dan akuntabilitas dari pihak yang bertanggung jawab.
“Laut adalah milik bersama kita semua, masa depan generasi mendatang. Jangan sampai kerusakan terjadi dan kita baru sibuk setelah semuanya terlambat,” pungkasnya.
Komentar