JurnalPatroliNews – Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajak Bank Dunia untuk berkolaborasi secara strategis membantu Indonesia melepaskan diri dari jebakan negara berpendapatan menengah, atau middle income trap. Upaya ini dirumuskan melalui acara The International Seminar ASEAN Global Development and the Middle Income Trap and Growth Academy ASEAN.
“Bagaimana kita dapat merumuskan strategi untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah,” kata Sri Mulyani saat menyampaikan pidato kunci dalam acara tersebut di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (23/9/2024).
Menurutnya, diskusi mengenai upaya Indonesia keluar dari status middle income telah berlangsung lama. Bahkan, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo selama 10 tahun terakhir, kebijakan untuk mengatasi jebakan pendapatan menengah telah menjadi fokus utama pemerintah.
“Sejak 10 tahun terakhir, tema ini telah menjadi prioritas kebijakan pemerintah di bawah Presiden Jokowi,” ungkapnya.
Namun, hingga saat ini Indonesia masih berstatus sebagai negara berpendapatan menengah atas menurut klasifikasi Bank Dunia. Indonesia memperoleh status ini setelah Pendapatan Nasional Bruto (GNI) per kapita tercatat sebesar US$ 4.580 pada tahun 2022, naik 9,8%. Untuk mencapai status negara maju, GNI per kapita Indonesia harus melebihi US$ 13.845.
Sri Mulyani menyadari bahwa keluar dari middle income trap bukanlah tugas yang mudah. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang lebih tepat untuk mengubah Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi. Saat ini, menurutnya, adalah momen yang sangat penting bagi Indonesia untuk melakukan langkah-langkah signifikan.
“Indonesia berada di titik kritis, dengan populasi muda, sumber daya alam yang melimpah, serta posisi strategis dalam peta internasional dan geopolitik,” jelasnya.
Ia juga mengakui bahwa upaya Indonesia untuk menjadi negara maju sebenarnya sudah dimulai sejak era Presiden Soeharto melalui berbagai kebijakan pembangunan berkelanjutan, seperti Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Namun, kebijakan tersebut belum cukup untuk mempercepat Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah.
Kunci utama, menurut Sri Mulyani, adalah meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui investasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan penciptaan lapangan kerja. Ia menekankan bahwa upaya ini perlu disertai dengan pemanfaatan teknologi modern dan perhatian terhadap perubahan iklim.
“Bagaimana kita bisa mendorong produktivitas dalam negeri agar menghasilkan output yang lebih baik dan meningkatkan kualitas hidup serta kesempatan kerja? Kita juga harus memperhatikan dampak perubahan iklim pada bumi,” lanjutnya.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani menggarisbawahi pentingnya perumusan strategi yang lebih mendalam antara pemerintah dan lembaga internasional seperti Bank Dunia untuk membantu negara-negara, termasuk Indonesia, keluar dari middle income trap sebelum demografi negara mengalami penuaan.
“Membangun kualitas sumber daya manusia sangat penting, tetapi pendidikan dan kesehatan secara umum tidak akan cukup. Kita perlu mendiskusikan secara lebih mendalam tentang pendidikan yang relevan di era digital ini,” tuturnya.
Bank Dunia mencatat bahwa sejak 1990, hanya 34 negara yang berhasil keluar dari jebakan pendapatan menengah, sementara 108 negara lainnya masih terjebak dalam status tersebut. Tantangan ini semakin diperparah oleh perlambatan ekonomi global, utang, populasi yang menua, serta kebijakan proteksionisme.
Melalui World Development Report 2024, Bank Dunia mendorong negara-negara berpendapatan menengah ke bawah untuk mengadopsi teknologi modern, sementara negara-negara berpendapatan menengah atas harus berfokus pada inovasi guna mempercepat laju pertumbuhan ekonomi mereka.
Komentar