JurnalPatroliNews – Jakarta, – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), hari ini, membacakan putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023, terkait dugaan pelanggaran etik hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terlapor Anwar Usman, Ketua MK.
“Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat,” ujar Jimly Asshiddiqie, Ketua MKMK, membacakan putusannya.
“Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor,” lanjutnya.
Putusan tersebut, dibacakan dalam sidang MKMK, yang digelar di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (7/11/23).
Sidang ini dipimpin oleh majelis yang terdiri dari Jimly Asshiddiqie, Ketua MKMK, juga anggota Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams.
Putusan yang dibacakan, soal laporan dari berbagai pihak seperti Denny Indrayana, PEREKAT Nusantara, TPDI, TAPP, Perhimpunan Pemuda Madani, PBHI, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan, para guru besar dan pengajar hukum yang tergabung dalam Constitutional Administrative Law Society (CALS), Advokat Pengawal Konstitusi, LBH Yusuf, Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak, KIPP, Tumpak Nainggolan, Alamsyah Hanafiah, PADI, dan BEM Unusia.
Awalnya, MKMK menjelaskan soal putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Majelis berpendirian menolak atau sekurang-kurangnya tidak mempertimbangkan permintaan pelapor untuk melakukan penilaian, membatalkan, koreksi, ataupun meninjau kembali putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023, yang mengubah syarat usia capres-cawapres.
Putusan MK Nomor 90 itu, membuat warga Negara Indonesia yang di bawah 40 tahun, bisa menjadi Capres atau Cawapres, asal pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih dalam Pemilu atau Pilkada.
Hasil putusan yang dibacakan MKMK, menjadi ironi. Pasalnya, Mahkamah Konstitusi yang membentuk sekaligus melantik secara resmi anggota kehormatan MKMK, melalui Surat Keputusan MK Nomor 10 Tahun 2023, malah memberhentikan Anwar Usman, Ketua MK, yang melantiknya.
Komentar