Utang RI Melonjak, Prabowo Tak Akan Bertindak Gegabah di 2025

JurnalPatroliNews – Jakarta – Pada periode 2025 hingga 2029, beban utang jatuh tempo pemerintah akan meningkat signifikan, sementara penerimaan negara tetap rendah.

Hal ini membuat pemerintahan baru yang menggantikan Presiden Joko Widodo harus mencari solusi untuk membayar utang jatuh tempo tersebut.

Selama Semester I-2024, penerimaan pajak semakin menurun. Hingga 30 Juni tahun ini, penerimaan pajak hanya mencapai Rp 893,8 triliun, turun 7,9% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 970,2 triliun. Pemerintah beralasan bahwa penurunan ini disebabkan oleh harga komoditas yang turun atau mengalami normalisasi.

Pada tahun 2025, utang jatuh tempo yang harus dihadapi oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto mencapai Rp 800,33 triliun, terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 705,5 triliun dan pinjaman sebesar Rp 94,83 triliun. Jumlah ini melonjak dari profil utang jatuh tempo pada tahun 2024 sebesar Rp 434,29 triliun, terdiri dari SBN sebesar Rp 371,8 triliun dan pinjaman Rp 62,49 triliun.

Pada tahun 2026, utang jatuh tempo akan semakin membengkak menjadi Rp 803,19 triliun, dengan SBN sebesar Rp 703 triliun dan pinjaman Rp 100,19 triliun. Pada tahun 2027, utang jatuh tempo tetap tinggi sebesar Rp 802,61 triliun, terdiri dari SBN sebesar Rp 695,5 triliun dan pinjaman Rp 107,11 triliun.

Penurunan sedikit baru terjadi pada tahun 2028, yakni menjadi Rp 719,81 triliun, terdiri dari SBN sebesar Rp 615,2 triliun dan pinjaman Rp 104,61 triliun. Pada tahun 2029, masih ada utang jatuh tempo sebesar Rp 622,4 triliun, terdiri dari SBN sebesar Rp 526,1 triliun dan pinjaman Rp 96,2 triliun.

Faisal Basri, seorang ekonom senior dan pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menyatakan bahwa tingginya utang jatuh tempo tersebut harus ditutupi dengan penerbitan utang baru, karena penerimaan negara terus menurun akibat ketergantungan pada harga komoditas.

“Salah satu caranya adalah dengan mencetak uang,” kata Faisal saat ditemui di Gedung Parlemen, Senin (15/7/2024).

Yusuf Rendy Manilet, ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, sependapat dengan Faisal. Menurutnya, opsi yang paling memungkinkan untuk membayar utang jatuh tempo yang besar selain refinancing adalah debt switch.

Komentar