Wamenkumham: Revisi KUHAP Harus Rampung Tahun Ini, Demi Selaras dengan KUHP Baru

JurnalPatroliNews – Jakarta – Wakil Menteri Hukum dan HAM, Prof. Eddy Hiariej, menekankan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) harus tuntas pada tahun 2025. Hal ini dianggap mendesak karena akan menjadi landasan hukum pelaksanaan KUHP baru yang resmi diberlakukan pada 2 Januari 2026 mendatang.

“Tidak ada pilihan lain. Suka tidak suka, revisi KUHAP wajib disahkan tahun ini karena berkaitan langsung dengan penerapan KUHP baru,” tegas Eddy melalui pernyataan tertulis pada Rabu malam (28/5).

Eddy menggarisbawahi bahwa banyak ketentuan dalam KUHAP lama, terutama terkait kewenangan penahanan, akan otomatis kehilangan dasar hukum setelah KUHP baru berlaku. Kondisi ini dikhawatirkan bisa membuat aparat penegak hukum tidak lagi memiliki landasan yang sah dalam melakukan tindakan hukum tertentu.

Untuk itu, RUU KUHAP yang baru diharapkan menjadi payung hukum yang sesuai dengan nilai-nilai dan sistem hukum pidana nasional yang kini mulai bergeser ke arah yang lebih humanis dan modern.

Dalam penjelasannya, Eddy menyebut bahwa perubahan KUHAP ini membawa semangat transisi dari pendekatan “pengendalian kejahatan” (crime control model) ke model “proses hukum yang adil” (due process of law). Menurutnya, pendekatan ini menempatkan perlindungan hak asasi manusia sebagai elemen utama.

“Hukum acara pidana bukan untuk mengkriminalisasi orang, tapi sebagai instrumen untuk menjamin hak-hak individu dari kemungkinan kesewenang-wenangan aparat,” jelasnya.

Lebih jauh, RUU KUHAP juga dirancang dengan mengadopsi prinsip-prinsip hukum pidana kontemporer yang meliputi keadilan korektif, keadilan rehabilitatif, dan keadilan restoratif. Eddy menambahkan, mekanisme keadilan restoratif nantinya dapat diterapkan di berbagai tahap proses hukum, dari penyidikan di tingkat kepolisian, penuntutan di kejaksaan, hingga pada saat pelaksanaan hukuman di lembaga pemasyarakatan.

“Dengan RUU ini, konsep keadilan restoratif bukan hanya jargon. Ia bisa dilaksanakan pada semua tahapan sistem peradilan pidana,” pungkas Eddy.

Komentar